Langsung ke konten utama

Pandai Mencari Oase

Konon salah satu keniscayaan yang menjadi ‘pilihan’ bagi rakyat indonesia adalah, bahwa negara mengajarkan mereka untuk sabar. Dalam konteks agama, sabar memang sangat dianjurkan. Tapi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kesabaran yang dimiliki oleh rakyat indonesia seperti sebuah paksaan. 

Rakyat sangat jauh dari kesejahteraan, biaya hidup mahal sementara pekerjaan sulitnya setengah mati, dan jika pun ada gajinya setengah hati. Hampir, di semua segi, tak ada yang patut dibanggakan dari negeri ini. Kecuali, kita tetap akan terpaku pada romantisme sejarah yang memabukkan.

Ada lagi sebuah keniscayaan yang dilahirkan dari negeri ini, yakni rakyat harus pandai mencari oase di tengah kekeringan yang sistematis. Bagaimana tidak, jika pemerintah yang seharusnya menjadi budak rakyat justru lebih memilih terjebak dalam kepentingan pribadi dan kelompoknya. Reformasi yang kemudian melahirkan demokrasi telah diompongkan. 

Burung garuda yang sangat dibanggakan, cakarnya sudah tumpul. Dan mereka yang diutus menjadi wakil, malah lebih suka jalan-jalan ke luar negeri, yang katanya studi banding itu. Lalu kepada siapa rakyat harus meminta pertolongan? Tidak ada, kecuali kepada mereka sendiri. Dan ini menjadikan rakyat harus mencarinya sendiri. Tanpa tongkat.

Pada kondisi tertentu, televisi menjadi sesuatu yang menakutkan dan memuakkan. Setiap hari ada saja berita kriminal. Setiap hari ada berita kasus korupsi yang selalu ngambang dan konstalasi perpolitikan nasional yang memuakkan. Setiap hari ada kasus hukum yang ditumpulkan, bahkan dimatikan. Setiap hari ada ulah ‘orang-orang terhormat’ yang ternyata tak lebih baik dari seorang pengecut. Setiap hari ada saja berita tidak bermutu yang lahirnya dari para artis yang konon adalah figur. 

Hampir setiap hari ada berita tentang rakyat yang rumahnya digusur, kelaparan dimana-mana, rumah rakyat yang terbakar atau mungkin secara sistematis dibakar, mereka tersiksa, mereka terlunta-lunta dalam ketidakpastian hidup yang dipangkas pelan-pelan secara baik oleh para penjahat berkelas. Intinya, menonton televisi sama saja membuka pantat di tengah jalan. Indonesia benar-benar menakutkan, atau bahkan menjijikkan.

Hanya saja, ini justru yang lebih penting. Jangan pernah lupa bahwa televisi juga menyajikan sesuatu yang menyegarkan. Setidaknya sejenak membuat yang menonton merasa lupa bahwa mereka sedang tinggal di indonesia, sebuah negeri yang sebentar lagi mungkin akan digadaikan kepada orang-orang asing. 

Maka, sebagai oase di antara segala hal yang buruk itu, menonton acara-acara yang lucu menjadi sebuah keniscayaan. Dan alhamdulillah, untuk yang satu ini, ada banyak pilihan. Hampir semua stasiun menyediakan menu ini. Dan sepertinya, mereka, para pelaku di industri televisi, memang mengerti bahwa acara yang sifatnya lucu dan membuat penonton tertawa terbahak-bahak sangat dibutuhkan oleh rakyat indonesia. Karena jika tidak, rakyat bisa mati mendadak; sebelum bisa tertawa terbahak-bahak.

Boleh saja ini terlalu subjektif, tapi tentu saja yang namanya hiburan, bagaimanapun dan kapanpun, akan tetap menjadi sesuatu yang istimewa. Ada ‘Opera Van Java’, ada ‘Pas Mantab’, ada ‘Awas Ada Sule’, ada ‘Sketsa’, bahkan ada ‘acara lucu’ yang didesain khusus untuk menyadarkan mereka yang tidak merasa salah dengan menggunakan kalimat-kalimat yang segar. Seperti, ‘Sentilan Sentilun’, ‘Democrazy’, dulu ada ‘Republik Mimpi’ ‘Republik BBM’, meski tak juga mampu membuat sadar orang yang dibicarakan. dan lainnya lagi misalnya ‘Golden Way’, ‘Kick Andy’, atau bahkan ‘Spongebob’. 

Jadi, fenomena ini memang perlu disadari dan harus tetap dilanjutkan. Setidaknya ini adalah bentuk kepedulian kepada rakyat, agar sejenak bisa bernafas setelah terlalu lama tercekik oleh keadaan dan diterlantarkan oleh kekuasaan. Inilah yang harus dipahami oleh media. Selain menjadi kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah, dan media untuk memberikan informasi dan motivasi, media harus mengerti keinginan rakyat, bahwa mereka ingin tertawa; termasuk menertawai negeri sendiri. Itu saja. 

Jadi, media tidak harus selalu terjebak dengan lokalisasi pemberitaan yang selalu berputar-putar dengan sesuatu yang buruk, bahkan cenderung tidak bermanfaat. Bahkan terkadang melupakan hal yang sangat penting untuk diberitakan karena ada hal baru yang katanya lebih ‘menjual’.

Lalu, inti dari tulisan ini apa? Ini yang penulis juga pikirkan. Tapi kira-kira intinya begini, bahwa menjadi rakyat indonesia memang harus bersyukur. Selain ada ‘cara gratis’ untuk bersabar meski harus mati mendadak, ada cara untuk membuat tertawa dan itu gratis juga. Menjadi rakyat indonesia harus bersyukur karena kondisi memaksa mereka untuk selalu pintar dalam menghadapi segala hal. Pemerintah seperti tidak mempunyai peran, karena rakyat tetap saja lapar. Menjadi rakyat indonesia haruslah kreatif; mereka harus pandai mencari oase ditengah kegersangan hidup yang kian rumit.

Maka, salah satu caranya adalah, sebagai terapi gratis saja, perbanyaklah melihat acara-acara lucu. Setidaknya, akan ada rasa bangga ketika menertawai bangsa yang sedang sakit ini. Salam Indonesia.


Mustafa Afif


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memimpikan Tarung Bebas Ide dan Gagasan di Pilkada Pamekasan

Pilkada serentak akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Setelah menyelesaikan Pilpres dan Pileg, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pemilu paling brutal, kerja-kerja elektoral sudah dimulai lagi. Tanpa jeda. Mereka yang berminat maju dengan hasrat politik yang kuat, sejak lama sudah mengepalkan tangan. Membentuk tim di darat, laut, dan udara; sosialisasi dari kampung ke kampung; memasang baliho-baliho di jalanan atau gambar-gambar  bersliweran  di media sosial; memastikan kesiapan logistik di lapangan; menyambangi tokoh-tokoh berpengaruh; serta mendekati orang-orang penting di partai; termasuk juga lobi-lobi politik "jalur langit". Partai politik menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi; melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar. Kita bisa mel...

“Koalisi Biru”, Bangkit Bersama untuk Pamekasan ber-Kharisma

Sampai akhirnya muncul secara samar nama pasangan KH. Kholilurrahman - Sukriyanto (Kharisma) , tak banyak yang meyakini pasangan ini akan benar-benar maju. Lebih tepatnya dunia perpolitikan di Pamekasan banyak yang meragukan pasangan ini akan mendapatkan rekomendasi dari partai. Terlebih, asumsi sumir itu kemudian dikaitkan dengan kemampuan logistik yang kerap kali dicibir. Konstelasi perpolitikan di Pamekasan memang unik, dalam beberapa sisi cenderung lebih menarik. Ada begitu banyak hal yang ternyata tidak selesai hanya dengan selesainya urusan logistik. Anda boleh saja menaburkan “rudal balistik” sedemikian rupa, tapi ada masanya itu menjadi tidak berharga ketika Anda menyalahi “negosiasi”, “parembhegen” dan “tengka” . Pada Pilpres di Kabupaten Pamekasan kemarin kita bisa melihatnya secara nyata. Lalu, ketika rekomendasi dari Gelora, Demokrat, NasDem, dan terakhir PAN benar-benar sudah di tangan, banyak kalangan yang tercengang dan kaget. Bisik-bisik terdengar, “kok, bisa, ya?”, “j...

Semesta Mendukung, Harga Tembakau Melambung!

Akhirnya, nicotiana tobacum  alias tembakau kembali menjadi daun emas bagi para petani. Baru tahun kemarin, senyum bahagia merekah dari wajah para petani tembakau di Madura karena harga tembakau yang terangkat kembali. Tentu saja belum layak jika dibandingkan "harga psikologis" yang semestinya, tapi setidaknya harapan itu kembali muncul setelah "dipecundangi" murahnya harga selama sekian tahun terakhir ini. Menurut saya, mahalnya harga tembakau tahun lalu itu karena peran dan perjuangan semua pihak, mulai dari petani, pedagang, pengusaha, pemerintah, bahkan cuaca dan alam melalui "sempurnanya" musim kemarau. Semuanya terlibat, sesuai peran. Semesta mendukung, seperti sebuah orkestrasi untuk saling rojhung .  Jadi, tak perlu ada pihak-pihak tertentu yang kemudian ngaku-ngaku sebagai kelompok yang paling berjuang dan berjasa untuk kesejahteraan petani tembakau, lebih-lebih mereka bukan menjadi bagian dari yang membuat regulasi, terutama soal tata niaga pert...