Ada lagi sebuah keniscayaan yang dilahirkan dari negeri ini, yakni rakyat harus pandai mencari oase di tengah kekeringan yang sistematis. Bagaimana tidak, jika pemerintah yang seharusnya menjadi budak rakyat justru lebih memilih terjebak dalam kepentingan pribadi dan kelompoknya. Reformasi yang kemudian melahirkan demokrasi telah diompongkan.
Burung garuda yang sangat dibanggakan, cakarnya sudah tumpul. Dan mereka yang diutus menjadi wakil, malah lebih suka jalan-jalan ke luar negeri, yang katanya studi banding itu. Lalu kepada siapa rakyat harus meminta pertolongan? Tidak ada, kecuali kepada mereka sendiri. Dan ini menjadikan rakyat harus mencarinya sendiri. Tanpa tongkat.
Pada kondisi tertentu, televisi menjadi sesuatu yang menakutkan dan memuakkan. Setiap hari ada saja berita kriminal. Setiap hari ada berita kasus korupsi yang selalu ngambang dan konstalasi perpolitikan nasional yang memuakkan. Setiap hari ada kasus hukum yang ditumpulkan, bahkan dimatikan. Setiap hari ada ulah ‘orang-orang terhormat’ yang ternyata tak lebih baik dari seorang pengecut. Setiap hari ada saja berita tidak bermutu yang lahirnya dari para artis yang konon adalah figur.
Hampir setiap hari ada berita tentang rakyat yang rumahnya digusur, kelaparan dimana-mana, rumah rakyat yang terbakar atau mungkin secara sistematis dibakar, mereka tersiksa, mereka terlunta-lunta dalam ketidakpastian hidup yang dipangkas pelan-pelan secara baik oleh para penjahat berkelas. Intinya, menonton televisi sama saja membuka pantat di tengah jalan. Indonesia benar-benar menakutkan, atau bahkan menjijikkan.
Hanya saja, ini justru yang lebih penting. Jangan pernah lupa bahwa televisi juga menyajikan sesuatu yang menyegarkan. Setidaknya sejenak membuat yang menonton merasa lupa bahwa mereka sedang tinggal di indonesia, sebuah negeri yang sebentar lagi mungkin akan digadaikan kepada orang-orang asing.
Maka, sebagai oase di antara segala hal yang buruk itu, menonton acara-acara yang lucu menjadi sebuah keniscayaan. Dan alhamdulillah, untuk yang satu ini, ada banyak pilihan. Hampir semua stasiun menyediakan menu ini. Dan sepertinya, mereka, para pelaku di industri televisi, memang mengerti bahwa acara yang sifatnya lucu dan membuat penonton tertawa terbahak-bahak sangat dibutuhkan oleh rakyat indonesia. Karena jika tidak, rakyat bisa mati mendadak; sebelum bisa tertawa terbahak-bahak.
Boleh saja ini terlalu subjektif, tapi tentu saja yang namanya hiburan, bagaimanapun dan kapanpun, akan tetap menjadi sesuatu yang istimewa. Ada ‘Opera Van Java’, ada ‘Pas Mantab’, ada ‘Awas Ada Sule’, ada ‘Sketsa’, bahkan ada ‘acara lucu’ yang didesain khusus untuk menyadarkan mereka yang tidak merasa salah dengan menggunakan kalimat-kalimat yang segar. Seperti, ‘Sentilan Sentilun’, ‘Democrazy’, dulu ada ‘Republik Mimpi’ ‘Republik BBM’, meski tak juga mampu membuat sadar orang yang dibicarakan. dan lainnya lagi misalnya ‘Golden Way’, ‘Kick Andy’, atau bahkan ‘Spongebob’.
Jadi, fenomena ini memang perlu disadari dan harus tetap dilanjutkan. Setidaknya ini adalah bentuk kepedulian kepada rakyat, agar sejenak bisa bernafas setelah terlalu lama tercekik oleh keadaan dan diterlantarkan oleh kekuasaan. Inilah yang harus dipahami oleh media. Selain menjadi kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah, dan media untuk memberikan informasi dan motivasi, media harus mengerti keinginan rakyat, bahwa mereka ingin tertawa; termasuk menertawai negeri sendiri. Itu saja.
Jadi, media tidak harus selalu terjebak dengan lokalisasi pemberitaan yang selalu berputar-putar dengan sesuatu yang buruk, bahkan cenderung tidak bermanfaat. Bahkan terkadang melupakan hal yang sangat penting untuk diberitakan karena ada hal baru yang katanya lebih ‘menjual’.
Lalu, inti dari tulisan ini apa? Ini yang penulis juga pikirkan. Tapi kira-kira intinya begini, bahwa menjadi rakyat indonesia memang harus bersyukur. Selain ada ‘cara gratis’ untuk bersabar meski harus mati mendadak, ada cara untuk membuat tertawa dan itu gratis juga. Menjadi rakyat indonesia harus bersyukur karena kondisi memaksa mereka untuk selalu pintar dalam menghadapi segala hal. Pemerintah seperti tidak mempunyai peran, karena rakyat tetap saja lapar. Menjadi rakyat indonesia haruslah kreatif; mereka harus pandai mencari oase ditengah kegersangan hidup yang kian rumit.
Maka, salah satu caranya adalah, sebagai terapi gratis saja, perbanyaklah melihat acara-acara lucu. Setidaknya, akan ada rasa bangga ketika menertawai bangsa yang sedang sakit ini. Salam Indonesia.
Mustafa Afif
Komentar
Posting Komentar