Langsung ke konten utama

Memimpikan Tarung Bebas Ide dan Gagasan di Pilkada Pamekasan

Pilkada serentak akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Setelah menyelesaikan Pilpres dan Pileg, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pemilu paling brutal, kerja-kerja elektoral sudah dimulai lagi. Tanpa jeda.

Mereka yang berminat maju dengan hasrat politik yang kuat, sejak lama sudah mengepalkan tangan. Membentuk tim di darat, laut, dan udara; sosialisasi dari kampung ke kampung; memasang baliho-baliho di jalanan atau gambar-gambar bersliweran di media sosial; memastikan kesiapan logistik di lapangan; menyambangi tokoh-tokoh berpengaruh; serta mendekati orang-orang penting di partai; termasuk juga lobi-lobi politik "jalur langit".

Partai politik menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi; melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar.

Kita bisa melihat dan membaca pola-pola pergerakan partai yang dihidangkan di atas meja, tapi bagaimana pun, keputusan akhir soal rekomendasi untuk mengusung siapa dan akan berkoalisi dengan yang mana lebih sering ditentukan oleh bisik-bisik yang terjadi di balik layar.

Begitu juga eskalasi politik yang terjadi di Pamekasan.

Sosok potensial (termasuk yang berpotensi dibuat sial) mulai bertebaran. Kita bisa melihatnya sejak beberapa waktu lalu, mulai dari “sampah visual” di jalan-jalan atau pun di media sosial; mengunjungi masyarakat untuk memoles diri sebagai sosok yang peduli; sebagian yang serius sudah mendaftarkan diri. Begitu juga dengan yang dilakukan oleh partai politik.

Artinya apa? Semua masih seperti pola-pola yang biasa. Berlangsung sebagaimana seharusnya. Masih sekitar membangun citra, gimmick, dan politik lipstik. Mestinya, kita perlu memikirkan bagaimana kontestasi dan pertarungan di Pilkada kali ini lebih berwarna, bernuansa, dan penuh dengan pendidikan politik yang baik. Tidak monoton seperti biasanya. Memimpikan tarung bebas ide dan gagasan. 

Kita bisa memulainya, tentu saja. Caranya?

Pertama, membangun kesadaran (collective conciousness) dan kepedulian politik, bahwa urusan Pilkada ini bukan hanya kerja penyelenggara, partai politik, dan calon saja, melainkan adalah urusan kita bersama. Sejak dini, kita bisa melakukannya dengan memperbanyak lapak-lapak diskusi dengan berbagai tema terutama tentang bagaimana seharusnya Kota Gerbang salam ini ke depan serta sosok seperti apa yang cocok, pas, dan pantas untuk memimpinnya.

Pelaksanaannya bisa berbentuk seminar, focus group discussion (FGC), atau lainnya. Tempatnya pun tidak hanya di kota saja, tapi juga bisa dari kecamatan ke kecamatan atau barangkali dimulai melalui inisiasi dari masyarakat di bawa. Tidak perlu ada kepentingan, temanya netral, dan tak perlu menghadirkan calon.

Kedua, setelah para calon yang akan berlaga ditentukan melalui turunnya rekomendasi partai, siapa berkoalisi dengan yang mana, selanjutnya kita siapkan panggung bagi mereka untuk tarung bebas tentang ide dan gagasan membangun Pamekasan. Tak hanya debat resmi oleh KPUD yang pelaksanaannya cenderung “membosankan”, tapi para calon juga bisa menjlentrehkan visi-misi lalu mempertanggung-jawabkannya di depan umum untuk diuji.

Pelaksananya, boleh saja pihak kampus dengan tetap menjaga netralitas, kelompok NGO atau LSM, kalangan media, atau mungkin saja kelompok lain sebagai bagian dari civil society yang mempunyai kepentingan bagi pembangunan dan kemajuan Pameakasan.

Pilkada adalah pertarungan ide dan gagasan, maka memberikan banyak ruang dan kesempatan bagi para calon untuk merasakan panggung debat yang lebih bebas dan panas adalah cara terbaik untuk mengenalkan diri. Masyarakat juga akan merasa puas karena memiliki pengetahuan yang cukup tentang para calon sebagai bekal untuk menentukan ke arah siapa mereka lebih condong.

Tentu saja, sekali lagi, perlu kerjasama semua pihak untuk ikut terlibat dalam semangat menciptakan warna berbeda pada pelaksanaan Pilkada Pamekasan tahun ini. Mulai dari penyelenggara, partai politik, para calon, kelompok pendidikan sebagai representasi dari bertarungnya ide dan gagasan, NGO atau LSM, media, dan lainnya. Kerjasama ini penting, bukan hanya soal pelaksanaannya, tapi juga akan membuka jalan darimana akan mendapatkan biaya serta hal-hal lain yang perlu didiskusikan bersama.

Selebihnya, tinggal memainkan hasilnya di media. Sebarkan seluas-luasnya, biarkan masyarakat yang akan menilai; mereka akan dimuji atau digebiri, ide dan gagasannya masuk akal atau di luar nurul, layak atau tidak, pantas memimpin atau belum waktunya.

Nada-nada skeptisme itu pasti bermunculan, “halah, nanti juga yang kuat logistiknya yang menang”, “kemampuan memimpin tidak ditentukan dari kemampuan debatnya”, “apapun ide dan gagasannya, yang menang nanti akan lupa”, atau suara-suara sumbang lainnya. Itu tidak penting dan tak perlu ditanggapi. Itu sudah menandakan bagaimana “kelas” dan cara berpikirnya. 

Tugas kita adalah memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat untuk memberikan warna dan nuansa yang berbeda pada helatan Pilkada tahun ini dengan memberikan sebanyak mungkin ruang dan panggung bagi para calon melalui diskusi, debat, eksplorasi dan tarung bebas ide dan gagasan.


Mustafa Afif, (bukan) Pengamat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Koalisi Biru”, Bangkit Bersama untuk Pamekasan ber-Kharisma

Sampai akhirnya muncul secara samar nama pasangan KH. Kholilurrahman - Sukriyanto (Kharisma) , tak banyak yang meyakini pasangan ini akan benar-benar maju. Lebih tepatnya dunia perpolitikan di Pamekasan banyak yang meragukan pasangan ini akan mendapatkan rekomendasi dari partai. Terlebih, asumsi sumir itu kemudian dikaitkan dengan kemampuan logistik yang kerap kali dicibir. Konstelasi perpolitikan di Pamekasan memang unik, dalam beberapa sisi cenderung lebih menarik. Ada begitu banyak hal yang ternyata tidak selesai hanya dengan selesainya urusan logistik. Anda boleh saja menaburkan “rudal balistik” sedemikian rupa, tapi ada masanya itu menjadi tidak berharga ketika Anda menyalahi “negosiasi”, “parembhegen” dan “tengka” . Pada Pilpres di Kabupaten Pamekasan kemarin kita bisa melihatnya secara nyata. Lalu, ketika rekomendasi dari Gelora, Demokrat, NasDem, dan terakhir PAN benar-benar sudah di tangan, banyak kalangan yang tercengang dan kaget. Bisik-bisik terdengar, “kok, bisa, ya?”, “j...

Semesta Mendukung, Harga Tembakau Melambung!

Akhirnya, nicotiana tobacum  alias tembakau kembali menjadi daun emas bagi para petani. Baru tahun kemarin, senyum bahagia merekah dari wajah para petani tembakau di Madura karena harga tembakau yang terangkat kembali. Tentu saja belum layak jika dibandingkan "harga psikologis" yang semestinya, tapi setidaknya harapan itu kembali muncul setelah "dipecundangi" murahnya harga selama sekian tahun terakhir ini. Menurut saya, mahalnya harga tembakau tahun lalu itu karena peran dan perjuangan semua pihak, mulai dari petani, pedagang, pengusaha, pemerintah, bahkan cuaca dan alam melalui "sempurnanya" musim kemarau. Semuanya terlibat, sesuai peran. Semesta mendukung, seperti sebuah orkestrasi untuk saling rojhung .  Jadi, tak perlu ada pihak-pihak tertentu yang kemudian ngaku-ngaku sebagai kelompok yang paling berjuang dan berjasa untuk kesejahteraan petani tembakau, lebih-lebih mereka bukan menjadi bagian dari yang membuat regulasi, terutama soal tata niaga pert...