Partai politik
menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti
penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi;
melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di
lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar.
Kita bisa melihat dan
membaca pola-pola pergerakan partai yang dihidangkan di atas meja, tapi
bagaimana pun, keputusan akhir soal rekomendasi untuk mengusung siapa dan akan
berkoalisi dengan yang mana lebih sering ditentukan oleh bisik-bisik yang
terjadi di balik layar.
Begitu juga eskalasi
politik yang terjadi di Pamekasan.
Sosok potensial
(termasuk yang berpotensi dibuat sial) mulai bertebaran. Kita bisa melihatnya
sejak beberapa waktu lalu, mulai dari “sampah visual” di jalan-jalan atau pun
di media sosial; mengunjungi masyarakat untuk memoles diri sebagai sosok yang
peduli; sebagian yang serius sudah mendaftarkan diri. Begitu juga dengan yang
dilakukan oleh partai politik.
Artinya apa? Semua
masih seperti pola-pola yang biasa. Berlangsung sebagaimana seharusnya. Masih
sekitar membangun citra, gimmick, dan politik lipstik. Mestinya,
kita perlu memikirkan bagaimana kontestasi dan pertarungan di Pilkada kali ini
lebih berwarna, bernuansa, dan penuh dengan pendidikan politik yang baik. Tidak
monoton seperti biasanya. Memimpikan tarung bebas ide dan gagasan.
Kita bisa memulainya,
tentu saja. Caranya?
Pertama, membangun kesadaran (collective conciousness) dan kepedulian politik, bahwa urusan
Pilkada ini bukan hanya kerja penyelenggara, partai politik, dan calon saja,
melainkan adalah urusan kita bersama. Sejak dini, kita bisa melakukannya dengan
memperbanyak lapak-lapak diskusi dengan berbagai tema terutama tentang
bagaimana seharusnya Kota Gerbang salam ini ke depan serta sosok seperti apa
yang cocok, pas, dan pantas untuk memimpinnya.
Pelaksanaannya bisa
berbentuk seminar, focus group discussion (FGC), atau lainnya.
Tempatnya pun tidak hanya di kota saja, tapi juga bisa dari kecamatan ke
kecamatan atau barangkali dimulai melalui inisiasi dari masyarakat di bawa.
Tidak perlu ada kepentingan, temanya netral, dan tak perlu menghadirkan calon.
Kedua, setelah para calon yang akan berlaga ditentukan melalui
turunnya rekomendasi partai, siapa berkoalisi dengan yang mana, selanjutnya
kita siapkan panggung bagi mereka untuk tarung bebas tentang ide dan gagasan
membangun Pamekasan. Tak hanya debat resmi oleh KPUD yang pelaksanaannya
cenderung “membosankan”, tapi para calon juga bisa menjlentrehkan visi-misi
lalu mempertanggung-jawabkannya di depan umum untuk diuji.
Pelaksananya, boleh
saja pihak kampus dengan tetap menjaga netralitas, kelompok NGO atau LSM,
kalangan media, atau mungkin saja kelompok lain sebagai bagian dari civil
society yang mempunyai kepentingan bagi pembangunan dan kemajuan
Pameakasan.
Pilkada adalah
pertarungan ide dan gagasan, maka memberikan banyak ruang dan kesempatan bagi
para calon untuk merasakan panggung debat yang lebih bebas dan panas adalah
cara terbaik untuk mengenalkan diri. Masyarakat juga akan merasa puas karena
memiliki pengetahuan yang cukup tentang para calon sebagai bekal untuk
menentukan ke arah siapa mereka lebih condong.
Tentu saja, sekali
lagi, perlu kerjasama semua pihak untuk ikut terlibat dalam semangat
menciptakan warna berbeda pada pelaksanaan Pilkada Pamekasan tahun ini. Mulai
dari penyelenggara, partai politik, para calon, kelompok pendidikan sebagai
representasi dari bertarungnya ide dan gagasan, NGO atau LSM, media, dan
lainnya. Kerjasama ini penting, bukan hanya soal pelaksanaannya, tapi juga akan
membuka jalan darimana akan mendapatkan biaya serta hal-hal lain yang perlu
didiskusikan bersama.
Selebihnya, tinggal
memainkan hasilnya di media. Sebarkan seluas-luasnya, biarkan masyarakat yang
akan menilai; mereka akan dimuji atau digebiri, ide dan gagasannya masuk akal
atau di luar nurul, layak atau tidak, pantas memimpin atau belum waktunya.
Nada-nada skeptisme itu pasti bermunculan, “halah, nanti juga yang kuat logistiknya yang menang”, “kemampuan memimpin tidak ditentukan dari kemampuan debatnya”, “apapun ide dan gagasannya, yang menang nanti akan lupa”, atau suara-suara sumbang lainnya. Itu tidak penting dan tak perlu ditanggapi. Itu sudah menandakan bagaimana “kelas” dan cara berpikirnya.
Tugas kita adalah memberikan pendidikan
politik yang baik kepada masyarakat untuk memberikan warna dan nuansa yang
berbeda pada helatan Pilkada tahun ini dengan memberikan sebanyak mungkin ruang dan panggung bagi para calon melalui diskusi, debat, eksplorasi dan tarung bebas ide dan gagasan.
Komentar
Posting Komentar