Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2024

Memimpikan Tarung Bebas Ide dan Gagasan di Pilkada Pamekasan

Pilkada serentak akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Setelah menyelesaikan Pilpres dan Pileg, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pemilu paling brutal, kerja-kerja elektoral sudah dimulai lagi. Tanpa jeda. Mereka yang berminat maju dengan hasrat politik yang kuat, sejak lama sudah mengepalkan tangan. Membentuk tim di darat, laut, dan udara; sosialisasi dari kampung ke kampung; memasang baliho-baliho di jalanan atau gambar-gambar  bersliweran  di media sosial; memastikan kesiapan logistik di lapangan; menyambangi tokoh-tokoh berpengaruh; serta mendekati orang-orang penting di partai; termasuk juga lobi-lobi politik "jalur langit". Partai politik menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi; melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar. Kita bisa mel...

Beta Su di Ambon, Kakak... (1)

Siang itu, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Ambon, Maluku. Di luar, cuacanya adem karena baru saja turun hujan. Masih ada sisa-sisa basah yang menempel di sepanjang kaca Garbarata. Saya disambut dengan bunga-bunga yang diletakkan dalam pot sepanjang lorong, sebagai pemisah jalan antara yang masuk dengan yang keluar. Saya bersama rombongan langsung menuju tempat menunggu koper dan barang-barang bawaan lainnya, di lantai bawah. Waktu itu, Bandara Pattimura tak seindah sekarang yang sudah lebih mewah setelah revitalisasi dan beutifikasi. Perluasan kawasan Bandara sekaligus menambah jumlah garbarata. Kini sudah menjadi Bandara Internasional dengan beberapa prestasi yang cukup membanggakan di Asia Pasifik, -untuk kelas Bandara di bawah 2 juta penumpang pertahunnya. Tentu saja, jauh berbeda dengan saat itu. Setelah semua selesai, kami langsung menuju kota Ambon menggunakan mobil yang memang  ngetem  di Bandara. Semuanya sudah ada yang urus, kita tinggal jalan. Teman-t...

Wonderful Papua, Masa Depan Pariwisata yang Menjanjikan

Sumber “ ... bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampirimu dirimu ...” // “... orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman...” (Koes Plus) Tuhan menganugerahkan kekayaan dan potensi luar biasa untuk negeri kita tercinta ini. “Simplifikasi” yang diterjemahkan melalui lirik singkat yang dinyanyikan Koes Plus itu, barangkali representatif untuk menggambarkan bumi nusantara dengan “tanah surganya” (agraris) dan “kolam susunya” (maritim). “Takdir” menjadi negara kepulauan yang terdiri dari gugusan ribuan pulau, menjadikan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor pariwisata. Bahkan, potensi pariwisata Indonesia sebagai negara kepulauan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) , diperkirakan mencapai Rp4.000 triliun. Jumlah yang menggiurkan. Namun sangat disayangkan, potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan baik sehingga jika dibandingka...

Pendewasaan Bermedsos

Sumber: Freepik Setiap orang, pasti akan mengalami proses pendewasaan dalam bermedsos.  Asalkan akun pribadi, sepertinya setiap orang akan mengalami hal serupa, kecuali yang tujuan bermedsosnya tidak hanya untuk silaturrahmi, sarana informasi dan belajar, seperti untuk keperluan bisnis, marketing , online shopping , atau mungkin buzzer . Dulu, awal-awal media sosial baru dikenal, banyak orang mengalami "culture shock" , sebuah kekagetan ketika dihadapkan dengan cara komunikasi baru yang semakin mudah dengan banyak fitur pendukung lain yang cukup menyenangkan. Tinggal klik, beberapa menggunakan syarat untuk saling-berteman, langsung bisa menjalin komunikasi dengan siapapun dan dimanapun. Beberapa tahun lalu, saat baru menggunakan aplikasi Facebook, kita cenderung asal menambahkan pertemanan. Hampir siapa saja, terutama jika tampilannya "menyegarkan". Begitu juga dengan twitter, yang lebih simpel karena tak ada persyaratan harus saling-mengikuti. Seperti kenikmatan te...

Hijrah Itu Keren, Tetapi...

Sumber: mediadakwah.id Hijrah itu fitrah. Hijrah adalah momentum perubahan, baik tempat, fisik, psikologis, perilaku, kebiasaan, dan lainnya. Sementara perubahan harusnya hanya untuk kebaikan, kemajuan, dan kebermanfaatan. Sebab itu, semangat untuk hijrah (mestinya) dimiliki oleh semua orang. Berpindah, berubah. Tahun baru hijriyah selalu dimaknai sebagai perubahan, dari asal kata dan sejarahnya saja sudah menggambarkan soal perpindahan. Jika dulu adalah hijrahnya Nabi Muhammad bersama sahabat Abu Bakar dari Makkah ke Madinah (Yatsrib), maka secara kontekstual hijrah lalu dimaknai sebagai perpindahan (dalam arti perubahan ke arah yang lebih baik). Semangat inilah yang kemudian menjadikan hijrah bukan lagi soal waktu dan tempat, tapi juga soal mindset, sifat, sikap, perilaku, dan lainnya. Maka, hijrah bisa terjadi setiap hari, bahkan setiap detik. Dimana saja, kapan saja. Bisa terjadi disini, mungkin disana. Sesuai keinginan hati, yang terus berbolak-balik. Itulah kenapa dalam hadits Na...

Ijazahmu Tak Menjamin Bidang Pekerjaanmu

Sumber: blog.maukuliah.id "Percayalah, lelahnya bekerja itu selalu lebih indah dibandingkan lelahnya mencari pekerjaan", begitu orang-orang lama katakan... Pikiran mainstream semua orang mungkin begini: melanjutkan pendidikan sesuai dengan keinginan lalu bekerja dan membangun karir sesuai dengan ijazah. Para orang tua dan anak-anak di kota barangkali lebih rigid dalam memikirkan ini. Soal masa depan. Jauh-jauh hari sebelumnya sudah dibingungkan dengan masuk SD mana, lalu lanjut kemana, ikut bimbel di tempat siapa, lalu semakin mengerucut hingga mau ampil jurusan apa dan nanti proyeksinya akan bekerja dimana. Berbeda dengan sebagian besar para orang tua dan anak-anak kampung, asal sekolah saja sudah untung. Memang seperti itu idealnya... Sampai tiba pada suatu masa, dimana kita temukan banyak sekali diskrepansi soal ini. Harapan berbeda jauh dengan kenyataan. Jangankan soal pekerjaan, bisa melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi saja adalah sebuah kemewahan...

Jalan Raya Condet, Jalan Paling Harum di Indonesia

Sumber: jakarta.tribunnews.com Apa yang ada di pikiran kita saat mendengar kata Condet? Bagi yang belum tahu, tentu tak ada imajinasi apa-apa. Namanya juga tidak tahu. Tapi bagi yang sudah pernah tahu, pernah baca informasinya, apalagi pernah melewatinya, imajinasi yang muncul tentang Condet adalah tentang sebuah jalan panjang yang dikenal dengan salah satu “Kampung Arab” di Jakarta, Kebuli, ramuan Arab, Salak Meneer (Tugu Salak), atau mungkin Parfum dan Festival Condet-nya. Sebenarnya, sebagian besar  Jalan Raya Condet (Jln. Condet Raya) terletak di antara dua kelurahan, yaitu Balekambang dan Batuampar. Ia menjadi pembatas sebelah barat dari kelurahan Batuampar sekaligus pembatas sebelah timur kelurahan Balekambang. Saya sisipkan nama Batuampar di judul karena pilihan sujektif saja sebab Batuampar mengingatkan saya akan sebuah desa cantik dan keren, desa tempat saya lahir dan besar, tepatnya di Kecamatan Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep sana. Nama Condet, selengkapnya bisa dibac...

JIS Milik DKI Jakarta, Bukan Persija!

Sumber: IG @jakintstadium Lalu siapa yang mengatakan, bahwa Jakarta International Stadium (JIS) yang megah itu adalah milik Persija dan akan menjadi homebase- nya? Tak ada, karena JIS adalah milik Pemda DKI Jakarta yang pembangunannya menggunakan anggaran daerah dan pengelolaannya dipasrahkan kepada JakPro. Sementara itu, Persija adalah milik swasta dan nyatanya, kini homebase klub Macan Kemayoran itu memang bukan JIS tapi Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi. Lagi-lagi, klub sepakbola kebanggaan warga Jakarta itu tidak memiliki kandang di daerahnya sendiri. JIS yang, konon, sebenarnya diproyeksikan sebagai “ganti” dari Stadion Lebak Bulus, ternyata masih menyimpan administrasi yang cukup rumit pasca diresmikan beberapa bulan lalu. Keribetan inilah yang membuat managemen Persija tidak mau ambil risiko dan akhirnya memutuskan untuk menggunakan stadion lain sebagai kandang. Tentu saja berbayar. Toh, andai pun JIS nanti benar menjadi homebase, tentu saja berbayar juga. Baik skema ke...

Cara Kerja Escobar; Memainkan Psikologis dan Memberdayakan Orang Lokal

Sumber: Netflix Escobar, mafia narkoba “paling cemerlang” dan kejam dalam sejarah manusia itu, pada aspek tertentu tetaplah dielu-elukan oleh publik MedellĂ­n, Colombia, karena dianggap “berjasa”. Dengan kekayaan luar biasa, menguasai kartel narkoba terbesar di muka bumi pada tahun 80-an sampai 90-an, Escobar bisa memainkan apa saja dengan uangnya. Kisah hidupnya bahkan diangkat menjadi sebuah film; Pablo Escobar, El Patron Del Mal. Bisnisnya sukses, baik di darat, laut, dan udara. Bermacam “kegilaan” dilakukan dengan uangnya, seperti, konon, pernah membakar uang senilai 20 miliar dolar hanya untuk menghangatkan anaknya yang hipotermia ketika bersembunyi di pegunungan. Termasuk juga menawarkan untuk membayar hutang negara, dengan kompensasi Undang-undang tertentu, meski akhirnya ditolak. Konon, Escobar menghabiskan sekitar 40 juta setiap bulan hanya untuk mengikat uangnya yang sangat banyak. Sempat kebingungan untuk menaruh uangnya karena kehabisan tempat, dan bahkan pernah kehila...

Sosialisasi dan Edukasi: Menuju Konsumen Cerdas dan Mandiri

  Berdasarkan data yang dirilis oleh AC Nielsen, Indonesia menjadi negara konsumtif ke-2 di dunia setelah Singapura _sebagai nomor satunya_, dan yang lebih mengagetkan, ternyata 60 persen yang berbelanja di Singapura adalah orang Indonesia. Artinya, berdasarkan data tersebut, Indonesia sebenarnya nomor dua sekaligus nomor pertama sebagai negara konsumtif di dunia. Tentu fakta ini bukanlah prestasi yang membanggakan ketika, paling tidak, diteropong dari beberapa hal. Pertama, secara umum akan menjadi sulit untuk membayangkan sebuah negara yang konsumtif bisa maju dan berkompetisi dengan negara lainnya meski perekonomian Indonesia terus mengalami perbaikan. Kedua, ternyata kesadaran untuk lebih memilih produk dalam negeri daripada luar negeri masih minim. Angka 60 persen yang berbelanja di Singapura menjadi indikasi bagaimana rakyat Indonesia lebih tertarik pada produk asing dengan brand tertentu yang dianggapnya sudah berkualitas. Di dalam negeri pun juga begitu. Banyak produk l...

Revitalisasi Peran Mahasiswa dalam Mewujudkan Perdamaian Lintas Agama

Persoalan kekerasan atas nama agama, dalam segala bentuknya, bukanlah masalah yang baru bagi Indonesia. Sejarah mencatat ratusan, bahkan jika dikalkusi mungkin sudah mencapai ribuan, kasus yang berkaitan dengan kekerasan ini, baik kekerasan yang terjadi antar agama-agama, maupun kekerasan seagama. Bahkan berdasarkan beberapa laporan, dari tahun ke tahun kekerasan atas nama agama semakin meningkat. Menurut data Wahid Institute, sepanjang tahun 2012 telah terjadi 274 kasus kekerasan atas nama agama. Hal ini meningkat 1 % dari tahun 2011 yang berjumlah 267 kasus. Sementara itu menurut Setara Institute, organisasi pemantau kebebasan beragama di Jakarta, ada 264 serangan terhadap minoritas agama pada 2012 dan ada 243 kasus serupa dalam 10 bulan pertama 2013. Fakta ini semakin menunjukkan bahwa kekerasan atas nama agama masih menjadi gurita yang mengerikan di negara ini, yang setiap saat bisa mengancam kehidupan dan stabilitas bangsa ini. Yang mengejutkan, para pelakunya hampir semuanya mili...