![]() |
Sumber: jakarta.tribunnews.com |
Apa yang ada di pikiran kita saat mendengar kata Condet? Bagi yang belum tahu, tentu tak ada imajinasi apa-apa. Namanya juga tidak tahu. Tapi bagi yang sudah pernah tahu, pernah baca informasinya, apalagi pernah melewatinya, imajinasi yang muncul tentang Condet adalah tentang sebuah jalan panjang yang dikenal dengan salah satu “Kampung Arab” di Jakarta, Kebuli, ramuan Arab, Salak Meneer (Tugu Salak), atau mungkin Parfum dan Festival Condet-nya.
Sebenarnya, sebagian besar Jalan Raya Condet (Jln. Condet Raya) terletak di antara dua kelurahan, yaitu Balekambang dan Batuampar. Ia menjadi
pembatas sebelah barat dari kelurahan Batuampar sekaligus pembatas sebelah
timur kelurahan Balekambang. Saya sisipkan nama Batuampar di judul karena
pilihan sujektif saja sebab Batuampar mengingatkan saya akan sebuah desa cantik
dan keren, desa tempat saya lahir dan besar, tepatnya di Kecamatan Guluk-guluk,
Kabupaten Sumenep sana.
Nama Condet, selengkapnya bisa dibaca di Wikipedia,
berasal dari nama sebuah anak sungai Ciliwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau
ondeh, atau ondeh-ondeh adalah nama sebuah pohon yang memiliki nama ilmiah Antidesma
diandrum Sprg, semacam pohon buni yang buahnya bisa dimakan. Condet dijadikan
sebagai cagar budaya Betawi oleh Gubernur Ali Sadikin, tapi akhirnya pada 2014
dicabut dan dipindahkan ke Setu Babakan, Jagakarsa, karena banyaknya suku
pendatang sehingga proporsi suku Betawi berkurang.
Di sepanjang jalan itu, setidaknya satu hingga
dua kilometer jika masuk dari Jln. Dewi Sartika, dipenuhi toko-toko yang
menjual parfum. Segala jenis, segala merk. Dari yang paling murah hingga yang
paling mahal. Dari yang wanginya tanggung hingga yang paling ajib, bahkan ada
yang seminggu wanginya gak ilang-ilang. Mulai dari yang kebarat-baratan
hingga wangi khas Timur Tengah-an. Kita bisa memilih ratusan varian wangi parfum, sesuai dengan kemampuan isi kantong.
Jika di jalan-jalan lainnya di Jakarta biasanya
penuh debu dan diselingi bau got yang aduhai, lebih-lebih saat berpapasan
dengan (apalagi berada di belakang) mobil-mobil pengangkut sampah, maka di
jalan Condet kita akan mendapatkan kemewahan gratis. Tentu tak hilang bau busuknya, tapi setidaknya cepat tergantikan oleh wewangian parfum. Semakin terasa ketika masing-masing toko ramai
pengunjung. Semprot sana, semprot, oles sana, oles sini, untuk merasakan sensasi parfum yang baru dibeli.
Tak hanya soal parfum, ada juga ramuan khas
Arab, Shisa atau “rokok” Arab, termasuk juga bagi mereka yang suka dan
rindu dengan masakan-masakan khas Timur Tengah (middle eastern) seperti Nasi
Kebuli, Nasi Briyani, Nasi Zurbian, Kare Kambing, Sambosa, Roti Jala, Nasi
Khabsah, Mandhi Laham, Mudhal Gal (Mughalgal), Fuul, Hommos, Roti
Maryam, Syurbeh, Syawarma, dan beberapa menu lainnya tersedia di sepanjang
jalan ini.
Menu-menu lainnya pasti akan terdengar aneh,
terutama di café atau restorant khas Timur Tengah yang lebih elit, seperti
Madghut Dajaj, Haruf Ouzi, Kuzu Incik Hunkar Begendi. Aneh-aneh, bukan? Sama,
saya juga belum merasakan dan tidak akan merasakan karena saya tidak suka
daging. Bukan karena pantangan apalagi karena vegetarian, tapi karena memang
tidak suka dan tidak mau daging.
Di Jakarta, tentu saja semakin banyak Café dan
Restaurant yang secara khusus menyediakan menu-menu middle eastern dengan
tempat dan dandanan elit, sebut saja seperti Omarez yang berubah nama menjadi
LaPlaka di Cikini, Al Jazeerah Restaurant & Café di Menteng, Turkuaz di
Kebayoran Baru, Hadramout Restaurant di Manggarai, Sindbad Restaurant di Slipi,
Zam Zam Kemang, Abunawas di Matraman, Sisha Café di Kemang, dan tentu saja Al
Nafoura Lebanese Restaurant di Hotel Le Meridien. Untuk tempat-tempat tersebut,
perlu dipersiakan dompet lebih tebal karena harganya pasti menguras. Ya, sesuai
kualitas, tempat, dan kelas.
Tapi apapun, kita memang perlu sepakat, bahwa
jalan raya Condet ini adalah jalan paling harum, tidak hanya di Jakarta tapi, di Indonesia. Bukan karena
namanya seperti Puri Harum di Jakbar, yang tidak harum, melainkan karena
kenyataan, bahwa sepanjang jalan itu memang wangi. Semerbak harum parfum
tercium mengalahkan kepulan-kepulan asap kendaraan, lebih-lebih
waktu sore hingga malam hari.
Komentar
Posting Komentar