Imajinasi
ideal di atas bisa diperpanjang sesuai keinginan sebab masing-masing kita bisa
memberikan banyak spesifikasi-objektif, bahkan mungkin berbagai syarat yang spekulatif-subjektif,
tentang sosok pemimpin seperti apa yang dibutuhkan untuk memimpin Pamekasan ke
depan. Tetapi, jika harus melakukan “simplifikasi”, maka beberapa hal berikut
ini penting dimiliki sebagai “modal”, yaitu :
Pertama, kemampuan konsolidatif-pemersatu. Artinya,
sebagai pasangan pemimpin, mereka harus mampu mengonsolidasikan dan menyatukan kekuatan
berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjadi “patron”, mulai dari tokoh
kiai/ulama; sesepuh dan tokoh lokal; pengusaha; tokoh blater; termasuk juga
tokoh muda. Hal ini penting dilakukan untuk menciptakan harmonisasi sekaligus menjadi
kekuatan besar untuk menopang terlaksananya program pembangunan.
Upaya konsolidasi
dengan semua kelompok akan menjadi kunci, terlebih ketika eskalasi politik di
Pilkada sebelumnya relatif panas, misalnya, maka komunikasi yang baik menjadi
keniscayaan untuk merubuhkan tembok perbedaan. Merangkul dan menggerakkan semua
kelompok untuk ikut terlibat dalam pembangunan Pamekasan ke depan sesuai dengan
tupoksi dan perannya masing-masing adalah bagian penting dari kerja pemimpin
Pamekasan ke depan.
Ingat,
konsolidasi dan pemersatu, bukan untuk “bagi-bagi”!.
Kedua, memastikan pelaksanaan good and
clean governance dalam birokrasi melalui prinsip yang terbuka dan
transparan. Untuk mengisi pos tertentu haruslah the right man on the right place
melalui lelang jabatan, bukan titipan. Posisi yang penting tidak bisa dibiarkan
kosong apalagi hanya dipasrahkan kepada Plt. tanpa kepentingan yang jelas.
Pemerintahan
yang tidak dibangun di atas prinsip yang setara dan terbuka akan menjadikan
situasi internal yang tidak kondusif, padahal mesin birokrasi ditentukan oleh
kekompakan seluruh komponen untuk sama-sama bekerja dan bekerja bersama-sama.
Pemimpin Pamekasan
harus bisa diterima, dihormati, dan disegani di kalangan internal birokrasi,
termasuk juga oleh para dewan yang terhormat. Membangun orkestra dan semangat
kerja yang baik untuk mendukung dan mencapai visi-misi serta janji-janji
politik yang sudah diucapkan.
Caranya? Lakukan
saja sebagaimana mestinya menurut regulasi yang ada. Menghindari sejauh mungkin
tipikal bawahan atau sejawat “penjilat” sehingga tidak jatuh pada pola-pola
permainan lama, lebih-lebih soal (politik) anggaran. Tapi semua kerja dan
perjuangan yang dilakukan berdasarkan good and political will untuk sepenuhnya
memakmurkan dan menyejahterakan rakyat.
Ketiga, menjadi keniscayaan bagi pemimpin
Pamekasan untuk memberikan contoh yang baik tentang harmonisasi melalui
kerjasama yang utuh antara Bupati dengan wakilnya sebagai dwi-tunggal. Artinya,
attachment keduanya haruslah dimulai sejak jauh-jauh sebelumnya, bukan
hanya karena dipasangkan ketika Pilkada. Keduanya harus bergandeng tangan
hingga tugas selesai, bukan saling “bermusuhan” lalu masing-masing menjauh, dan
di Pilkada selanjutnya menjadi lawan bebuyutan.
Perpecahan dwi-tunggal
sering sekali terjadi dan menjadi awal tidak berjalannya mesin pemerintahan
karena birokrasinya menjadi timpang. Bupati akan cenderung menganak-emaskan
bawahan yang disukai, begitu juga dengan Wakil Bupatinya. Ada dua matahari
kembar yang membuat panas birokrasi seperti api dalam sekam. Tinggal menunggu
waktu untuk terbakar.
Keempat, egaliter dan tidak elitis. Sering-seringlah
melakukan interaksi dengan masyarakat. Percayalah, bahwa dengan menjadi
egaliter sama sekali tidak mengurangi elitisme jabatan yang melekat. Mereka
harus sadar, bahwa sejak mereka dilantik, mereka adalah milik rakyat.
Buka selebar-lebarnya
kran komunikasi, jadikan pendopo sebagai tempat untuk berdiskusi, lalu hadirkan
solusi.
Rakyat pasti
jengah dengan pemimpin yang hanya duduk manis, seolah segala persoalan bisa
diselesaikan hanya dengan memantau dari menara gading. Rakyat pastilah bosan
dengan gaya pemimpin elitis. Rakyat lebih suka melihat pemimpinnya adalah
representasi dari mereka yang siap duduk dengan para jelata, mendengarkan
keluh-kesah dan berpeluh bersama mereka. Tidak perlu setiap hari, toh,
rakyat juga mengerti saat-saat dimana pemimpinnya sibuk dan begitu banyak yang
diurusi.
Sedikit perspektif
ini tentulah tidak bisa dijadikan patokan utuh untuk mengetahui Pamekasan
membutuhkan pemimpin seperti apa, terlebih masing-masing kepala memiliki
pandangan yang berbeda-beda. Tapi setidaknya, tiga hal itu wajib dimiliki oleh
mereka yang berniat untuk menjadi pemimpin Pamekasan ke depan. Semakin ditambah
dengan tawaran ide-ide dan gagasan yang segar dan genuine soal
pembangunan dan kemajuan Pamekasan, tentu akan menaikkan nilai tawar mereka di
hati masyarakat.

Manteb, ide segar seperti selalu ditunggu
BalasHapusNamanya juga imajinasi idealis, Kak Dewan. Sudah idealis, imajinasi pula. Wkwkwk. Tapi, sebagai sebuah harapan sepertinya bukan hil yang mustahal...
Hapus