Sampai akhirnya muncul secara samar nama pasangan KH. Kholilurrahman - Sukriyanto (Kharisma), tak banyak yang meyakini pasangan ini akan benar-benar maju. Lebih tepatnya dunia perpolitikan di Pamekasan banyak yang meragukan pasangan ini akan mendapatkan rekomendasi dari partai. Terlebih, asumsi sumir itu kemudian dikaitkan dengan kemampuan logistik yang kerap kali dicibir.
Konstelasi perpolitikan di Pamekasan memang unik, dalam beberapa sisi cenderung lebih menarik. Ada begitu banyak hal yang ternyata tidak selesai hanya dengan selesainya urusan logistik. Anda boleh saja menaburkan “rudal balistik” sedemikian rupa, tapi ada masanya itu menjadi tidak berharga ketika Anda menyalahi “negosiasi”, “parembhegen” dan “tengka”. Pada Pilpres di Kabupaten Pamekasan kemarin kita bisa melihatnya secara nyata.
Lalu, ketika rekomendasi dari Gelora, Demokrat, NasDem, dan terakhir PAN benar-benar sudah di tangan, banyak kalangan yang tercengang dan kaget. Bisik-bisik terdengar, “kok, bisa, ya?”, “jalur darimana, ya?”, “siapa yang berada di balik layarnya, ya?”. Namun sayang sekali, tulisan ini tidak untuk membahas itu. Sudah selesai.
Saya lebih tertarik untuk membicarakan soal semangat sebuah koalisi baru; sebuat saja “Koalisi Biru”. Sebuah koalisi yang terbentuk bukan hanya karena chemistry dan kesamaan visi soal bagaimana membangun Pamekasan ke depan, bukan juga hanya soal pertimbangan elektabilitas yang sangat tinggi dari paslon serta pengalaman yang mumpuni, tapi ternyata juga sama-sama partai berwarna biru –dengan segala gradasinya. Klop!
Dalam perspektif psikologi warna, biru adalah perlambang keandalan dan kebertanggung-jawaban, sekaligus menunjukkan rasa aman dan percaya diri. Ketika melihat warna biru (langit dan air, misalnya) seseorang akan merasakan kedamaian dan ketenangan. Ada juga, seperti pada color meanings, biru menjadi simbol dari konsentrasi dan produktivitas, kreativitas, kemurnian, dan kesegaran.
Tentu saja ini bukan hanya soal warna, tapi berbagai makna dan simbolisasi dari warna biru itu diharapkan menjadi semangat, karakter, prinsip, nilai-nilai dan dasar perjuangan, sekaligus hasil jika paslon yang didukung oleh “koalisi biru” itu menjadi pemenang pada kontestasi Pilkada Pamekasan kali ini.
Ada biru muda, biru langit, biru samudera, dan biru dongker. Ada biru di segala penjuru; baik di langit dan udara, di laut dan samudera, tentu saja di daratan juga. “Koalisi Biru” ini akan menyisir setiap sisi dan lekukan di masyarakat seperti air yang biru, akan memantau segala pergerakan dan perjuangan seperti langit yang biru, akan melebur dan melakukan kolaborasi di daratan untuk memastikan dukungan dan kemenangan.
Warna biru hanyalah “penyatuan” koalisi, sementara soal perjuangan dan gerakan di lapangan pastilah merangkul segala warna untuk mewujudkan bangkitnya Pamekasan demi kemajuan.
Kenapa kita harus memilih dan memenangkan Kharisma?
Panjang sekali jika harus menjelaskan detail semuanya, lebih-lebih memaparkan rincian program yang terdapat pada visi-misinya, tapi secara sederhana, pasangan Kharisma adalah jawaban dari berbagai permasalahan yang ada. Keduanya akan memimpin dengan bekal pengalaman dan kemampuan. Sama-sama pernah memimpin dan bertarung di level yang berbeda. Jatuh bangun membangun dan menempa karakter.
Kharisma adalah pasangan ideal yang saling melengkapi dari tingkat yang paling birokratis hingga urusan paling sederhana yang ada di desa (terlebih Sukriyanto adalah mantan kepala desa). Paham merawat kota dan mampu menjaga desa. Kharisma adalah satu-satunya paslon yang mampu menyatukan, menjadi representasi wilayah utara dan selatan sebagai pertimbangan geo-politik lokal. Dan, karena Kharisma adalah pemenang.
Hari ini, ketika KH. Kholilurrahman – Sukriyanto secara resmi mendaftarkan diri sebagai calon bupati dan calon wakil bupati ke KPUD Pamekasan, kita bisa melihat dengan jelas, bagaimana Pamekasan menjadi biru; representasi harapan untuk Pamekasan yang lebih baik dan maju. Bangkit bersama “koalisi biru” untuk Pamekasan yang baru. Ayo!
Pamekasan ber-Kharisma.
Komentar
Posting Komentar