Badai Krisis Global; Koperasi Sebagai Senjata
Akhir-akhir ini, dunia global sedang menghadapi permasalahan akut yang sangat mengerikan, yakni badai krisis global. Sepanjang tahun 2011, isu krisis utang dan defisit anggaran di Yunani membuat goncangan-goncangan ekonomi terutama di pasar keuangan global. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa (yang tergabung dalam UE) belum bisa memulihkan kepercayaan para investor, bahkan ada semacam nada pesimistis, bahwa badai ini akan berlangsung lama.
Maka, tidak aneh ketika Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memprediksi, pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan turun menjadi 3,4 persen, dari 3,6 persen tahun lalu.
Badai belum berlalu. Inilah kalimat yang pas untuk menggambarkan kondisi perekonomian global yang serba tidak pasti saat ini, yang pada akhirnya akan menyeret Negara-negara lain di dunia untuk masuk dalam lingkaran membahayakan itu. Cina mulai tertanggu, Jepang juga bernasib sama dengan jumlah pengangguran yang membengkak. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Secara statistik, Indonesia bisa dikatakan berada pada posisi yang menguntungkan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2012 menurut Badan Pusat Statistik meningkat sebesar 6,3 persen yang diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga dengan nilai Rp1.972,4 triliun. Menteri keuangan, Agus martowardojo, juga mengatakan, bahwa Indonesia mempunyai ketahanan ekonomi yang cukup kuat kendati perekonomian global kembali negatif.
Hanya saja, itu bukanlah jaminan untuk membuat Indonesia benar-benar aman, terlebih lagi kita harus menyadari, bahwa persoalan ekonomi bukanlah persoalan statistik semata. Maka kemudian muncullah berbagai kekhawatiran. Salah satunya, seperti yang dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, bahwa perekonomian wilayah Asia mulai terkena pengaruh krisis global yang dipicu oleh gejolak di Yunani. India mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 5,3 persen, dan Cina juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Kekhawatiran ini terbukti benar, ketika sepanjang April 2012 nilai ekspor Indonesia turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sementara impor makin tinggi. Ini menyebabkan neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 641,1 juta.
Ada sebuah kalimat manis yang pernah di katakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bahwa setiap krisis pasti mengandung peluang. Kalimat ini meskipun sederhana, harus menjadi pijakan agar Indonesia tidak terlena dengan krisis global yang terjadi, tapi justru berupaya sekuat tenaga mencari peluang-peluang untuk melepaskan diri dari bayang-bayangnya.
Sehingga, berbagai solusi telah terpapar dengan manis, mulai dari kebijakan pemerintah yang harus agresif, menjaga inflasi, mempertinggi ekspor dan memperkecil ketergantungan terhadap impor, ekspansi wilayah ekspor ke Negara-negara lain, menjaga pasar dan perekonomian domestik, dan lain sebagainya.
Memang harus disadari akan adanya banyak peluang yang dimiliki Indonesia untuk tetap “tegak” dalam badai krisis global. Namun, ada satu hal yang menurut asumsi penulis sangat patut untuk dipertimbangkan sebagai bekal dan senjata ampuh dengan sebuah pertimbangan, bahwa untuk membuat perekonomian Indonesia semakin kuat tentu haruslah dibangun dari akar, dari bawah, dari masyarakat. Maka, semua itu ada dalam satu “bangunan” bernama koperasi. Koperasi, dengan berbagai program dan keunggulannya, memungkinkan adanya optimalisasi peluang-peluang Indonesia menghadapi krisis global sehebat apapun.
Koperasi dan Perekonomian Nasional
Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa, “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”
Bahkan secara lebih jelas koperasi ditetapkan sebagai “ruh” dalam perekenomoian nasional dengan dijadikannya koperasi sebagai sokoguru alias tiang utama sebagai penyangga dan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian nasinonal. Karena seperti kita tahu bahwa perekonomian nasional akan menemukan bentuknya ketika bersentuhan langsung dengan masyarakat dengan manfaat dan fungisi yang jelas, tidak seperti kapitalisme yang hanya menjadikan orang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin bergantung dengan raskin. Kapitalisme hanya menjadikan rakyat kecil semakin menderita. Saat ini, Indonesia sudah merasakan akibatnya.
Sejarah membuktikan, bahwa ketika terpaan badai krisis moneter yang sempat memukul telak Indonesia dan menghempaskan pada kondisi perekonomian yang tidak menentu, koperasi masih mampu berdiri mengalahkan badan usaha lain yang konglomeratif. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang tahan terhadap ancaman berbagai krisis, karena sifatnya yang berakar ke bawah dengan prinsip kekeluargaan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Lantas, bagaimana melihat koperasi dalam konteks perekonomian nasional? Paling tidak, hal ini dapat dilihat dari: (1) eksistensi dan posisinya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, utamanya peningkatan produksi lokal sehingga mampu menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. (2) mampu menjadi penyedia lapangan pekerjaan, bahkan yang terbesar, dan memungkinkan para anggotanya untuk inovatif dan lebih kreatif. Para pemuda menjadi sasaran penting pada poin ini. (3) koperasi sebagai penopang usaha kecil menengah (UKM) yang menjadi tumpuan kebanyakan masyarakat Indonesia saat ini.
Lebih jauh lagi, setidaknya ada tiga hal pokok yang menjadi tujuan dari koperasi, yaitu; memajukan kesejahteraan anggota, memajukan kesejahteraan masyarakat, membangun tatanan ekonomi nasional.
Revitalisasi Peran Koperasi; Sebuah Keniscayaan
Dari kerangkan berpikir seperti yang dijelaskan sebelumnya, setidaknya dapat dipahami, bahwa pada dasarnya peningkatan kemajuan perekonomian Indonesia sangatlah bergantung terhadap peningkatkan fungsi dan peran koperasi sebagai usaha mandiri yang berasaskan kekeluargaan dengan penekanan terhadap demokrasi ekonomi.
Maka disinilah letak urgensi revitalisasi peran koperasi karena koperasi berperan mengarahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya kreasi, dan daya usaha ekonomi rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata. Koperasi, bukan semata sebagai lembaga yang menjalankan usaha saja, namun koperasi bisa menjadi alternatif kegiatan ekonomi yang mampu menyejahterakan anggota serta sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang dalam sistem perekonomian.
Pemerintah dalam upaya revitalisasi koperasi adalah faktor penting dan vital dalam memajukan perkoperasian di Indonesia. Pemerintah harus mampu menjadi fasilitator dan regulator yang baik dan bijak. Pemerintah tidak hanya berbicara, bahwa saat ini peningkatan jumlah koperasi bertambah dua kali lipat, dari 154.000 unit menjadi 286.107 unit. Kenaikan tersebut, juga diikuti dengan bertambahnya jumlah anggota koperasi, tapi pemerintah juga harus mempertanggungjawabkannya secara kualitas.
Maka, ketika berbicara kualitas, pemerintah harus mendorong segala bentuk produksi kreatif, baik yang sifatnya lokal, regional, maupun nasional dengan pemberian pelatihan dan penyuluhan terhadap stakeholder koperasi. Produk-produk yang dihasilkan tersebut nantinya akan menambah jumlah produk yang bisa di ekspor dengan daya saing yang tinggi sehingga tidak kalah di pasaran.
Pada akhirnya, sejauh ini, penulis yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa perekonomian Indonesia akan tetap bertahan dan meningkat ketika koperasi benar-benar berjalan dan dijalankan sebagaimana seharusnya, karena koperasi seperti hujan dikala kekeringan dan sistem ekonomi kapitalis, liberalis, dan neo-liberalis, secara pelan tapi pasti, merongrong bangsa ini. Tentu saja dengan koperasi yang berkualitas.
Koperasi sebagai produk asli Indonesia harus dijadikan senjata yang ampuh untuk mengoptimalisasikan peluang yang dimiliki Indonesia dalam krisis global ini. Bukan hanya kreativitas, home industry, dan produknya saja yang bisa di ekspor, tapi koperasi juga mampu menjadi tempat yang menarik bagi para pemuda, yang diidentikkan dengan angka pengangguran kelas pertama di Indonesia, untuk bangkit dan optimis menatap masa depan. Sehingga, secara otomatis tingkat pengangguran di kalangan pemuda bisa ditekan sedalam mungkin. Hal semacam ini, secara berkala juga akan “memperjelas” masa depan Indonesia, sehingga Indonesia mampu mandiri dan bertabat secara ekonomi.
Ulasan yang penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah semacam refleksi-realistis terhadap fenomena mengkhawatirkan yang diakibatkan krisis global yang mulai mengancam. Setiap krisis memang mengandung peluang, dan koperasi adalah upaya untuk mengoptimalisasi peluang-peluang tersebut dengan pertimbangan, bahwa koperasi adalah “ruh” dan penopang perekonomian nasional.

Komentar
Posting Komentar