Langsung ke konten utama

Wonderful Papua, Masa Depan Pariwisata yang Menjanjikan

Sumber
“ ... bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampirimu dirimu ...” // “... orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman...” (Koes Plus)

Tuhan menganugerahkan kekayaan dan potensi luar biasa untuk negeri kita tercinta ini. “Simplifikasi” yang diterjemahkan melalui lirik singkat yang dinyanyikan Koes Plus itu, barangkali representatif untuk menggambarkan bumi nusantara dengan “tanah surganya” (agraris) dan “kolam susunya” (maritim).

“Takdir” menjadi negara kepulauan yang terdiri dari gugusan ribuan pulau, menjadikan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor pariwisata. Bahkan, potensi pariwisata Indonesia sebagai negara kepulauan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), diperkirakan mencapai Rp4.000 triliun. Jumlah yang menggiurkan.

Namun sangat disayangkan, potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan baik sehingga jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia masih jauh tertinggal. Indonesia hanya didatangi sekitar 8,8 juta wisatawan mancanegara setiap tahun, sementara Malaysia dikunjungi oleh 25,7 juta dan Thailand dikunjungi 26,6 juta.

Menyadari itu, Presiden Jokowi menargetkan jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 2019 mendatang mencapai 20 juta. Mungkin karena itu pulalah, Presiden Jokowi, dalam banyak kesempatannya “merayu” pemimpin negara lain untuk menikmati pariwisata di Indonesia. Sektor pariwisata akan dikembangkan untuk menjadi penyumbang besar terhadap devisa negara, dan pada sisi yang lain (mungkin) sekaligus untuk menekan “ketergantungan” negara terhadap sumbangan devisa dari TKI non-profesional. Brilliant.

Berbicara pariwisata, maka sejatinya masa depan pariwisata di Indonesia itu terletak di kawasan timur, dan Papua adalah wilayah yang paling menarik karena mempunyai potensi alam yang luar biasa. Potensi tersebut, dengan keunikan dan kecantikan yang dimilikinya, menjadi modal berharga untuk memajukan sektor pariwisata di Papua.

Papua yang Cantik, Papua yang Unik; Mutiara yang “Hilang”

Berbicara tentang Papua, bukan hanya karena “modal” kecantikan alaminya, tapi juga karena keunikannya. Di Indonesia, ada ribuan tempat yang cantik, tapi Papua mempunyai keunikan tersendiri yang membuatnya lebih menarik. Papua bukan hanya memiliki landscape pemandangan alam memuaskan tapi juga budaya masyarakat lokal yang masih kental, penduduk yang mengesankan, makanan yang khas, dan tentu saja lingkungan yang masih alami dengan udara bersih tanpa polusi.

Namun realitasnya, tak banyak potensi pariwisata yang dikembangkan dengan baik di Papua. Hanya ada beberapa tempat yang, dalam rentang waktu tertentu mengesankan hanya “itu-itu” saja yang ada di Papua. Sebut saja seperti Teluk Cendrawasih, Raja Ampat, Desa Wisata Sauwandarek, Puncak Jayawijaya, Taman Nasional Lorentz, Teluk Triton (The Fish Empire), Pulau Rumberpon, Pantai Bosnik, Danau Sentai, Danau Paniai, Lembah Baliem. Padahal, masih banyak yang bisa dieksplor sehingga menjadi kekuatan dan keunikan yang bisa berdaya guna.

Merujuk pada data yang dikutip dari situs resmi regionalinvestment.bkpm.go.id, untuk Papua Barat saja setidaknya ada 77 titik tempat wisata potensial yang bisa dikembangkan menjadi wisata populer: 11 titik di kabupaten Manokwari, 3 titik di Teluk Wondama (termasuk teluk Cendrawasih), 8 titik di Kabupaten Sorong, 18 titik di Sorong Selatan, 6 titik di Kota Sorong, 12 titik di Raja Ampat, 17 titik di Fakfak, 1 titik di Kaimana, dan 5 di Teluk Bintuni. Kalau dikalkulasikan dengan titik-titik pariwisata di daerah lainnya, tentu jumlah itu akan lebih banyak.

Beberapa keunikan yang menjadi kekuatan pariwisata di Papua ternyata bukan hanya soal pantai-laut saja, tapi juga keanekaragaman fauna dan flaura yang istimewa. Sebut saja seperti burung cenderawasih, burung kasuari, burung nuri sayap hitam, kangguru pohon, mambruk victoria, termasuk juga hewan-hewan air seperti hiu karpet berbintik, labi-labi moncong babi dan sebagainya. Beberapa sudah mulai langka (hampir punah), namun beberapa juga masih dikembangbiakkan seperti penangkaran kupu-kupu langka di Kabupaten Pegunungan Arfak.

Keunikan itu diperkuat dengan kebudayaan masyarakat lokal yang kental sehingga menciptakan kehidupan sosio-kultural yang menarik. Perlu dikembangkan potensi wisata kampung tradisional, seperti Suku Arfak. Hal ini akan menjadi unik karena menawarkan pengetahuan tentang kehidupan mereka di hutan, kebiasaan dan pola hidup (seperti memercikkan api tanpa korek), cara mereka survive, dan budaya-budaya lain yang masih kental dan terjaga. Keunikan flaura dan fauna serta kehidupan masyarakat lokal ini bisa dikembangkan dalam frame wisata edukatif yang menyenangkan, apalagi untuk para “petualang”, termasuk juga Puncak Jayawijaya.

Tentu masih banyak potensi pariwisata unik dan cantik lainnya yang bisa dikembangkan sehingga kita dapat menemukan lagi mutiara-mutiara pariwisata yang “hilang” di tanah Papua. Bagaimana caranya?

Memperbaiki Infrastruktur; Sebuah Keniscayaan

Pembangunan pariwisata yang maju tidak akan berjalan sukses tanpa dukungan semua pihak. Sehingga hal pertama yang perlu dilakukan adalah adanya good will dan political will dari pemerintah untuk membangun infrastruktur yang dapat mendukung. Pembangunan akses jalan, sarana dan prasarana (fasilitas), dan peningkatan kualitas sumber daya manusianya menjadi sebuah keniscayaan.

Itulah sebenarnya penyebab “sepi”nya kunjungan pariwisata di Papua jika dibandingkan dengan daerah lain, meski nilai tawar pariwisatanya begitu menggiurkan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Melancong ke Papua masih dianggap terlalu “berisiko”, baik secara finansial maupun secara fisik. Biaya perjalanan yang mahal serta tingginya pengeluaran untuk akomodasi di Papua menjadikan banyak wisatawan, terutama dalam negeri, berpikir ulang. Biaya untuk pariwisata, faktanya lebih mahal jika dibandingkan dengan wisata ke Bali, atau mungkin ke Malaysia.

Belum lagi persoalan transportasi yang sulit serta fasilitas yang masih minim. Hal itu tentu berpengaruh karena tidak semua wisatawan berkarakter “petualang”. Orang ingin berlibur karena jenuh. Mereka ingin mudah membeli tiket, harga terjangkau, akomodasi lancar. Tinggal duduk, sampai di tempat tujuan, lalu bersenang-senang. Tak banyak wisatawan yang mau melakukan usaha “berdarah-darah” untuk mencapai tempat wisata karena yang mereka inginkan hanyalah liburan. Menghilang dari rutinitas yang menjenuhkan.

Sehingga, pembangunan infrastruktur menjadi keniscayaan. Termasuk juga memudahkan para wisatawan dalam berkomunikasi (terutama layanan internet yang menjangkau semua wilayah), tempat penginapan (where to stay), dan tentu saja, yang tak kalah pentingnya adalah faktor keamanan.

Perbaikan pendidikan juga dibutuhkan untuk mendongkrak sumber daya manusia di Papua. Dengan pendidikan atau juga pelatihan, paling tidak pemandu wisada (guide), menjadi bidang potensial bagi mereka. Jangan sampai, bahkan guide-pun dikuasai oleh orang di luar Papua. Masyarakat Papua harus (di)bangkit(kan) dari keterbelakangan dalam segala bidang.

Kenyataan yang perlu disyukuri, bahwa Presiden Jokowi begitu memerhatikan pembangunan wilayah di Papua.  Sebut saja seperti pembangunan infrastruktur jalan trans-papua (dengan panjang total 4.325 Km), rencana pembangunan kereta, menekan harga kebutuhan pohok secara signifikan dengan cara memperlancar arus distribusi barang di Papua –terutama di laut dengan program tol laut yang sedang digalakkan–, termasuk keberhasilan menyamakan harga BBM yang selangit di Papua dengan wilayah lain, dan tentu saja proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan harapan 2019, semua kecamatan akan terang benderang.

Apa yang dilakukan oleh Presiden melalui kebijakannya menjadi sinyal positif bagi pemerintah daerah di Papua (Gubernur, Bupati, dan  walikota) sehingga harus diapresiasi dan didukung dengan cara meningkatkan kinerja pembangunan untuk kemajuan dan kesejahteran masyarakat Papua, terutama sektor pariwisata.

Papua yang mulai berbenah untuk semakin maju melalui pembangunan dan kebijakan pemerintah yang positif, tentu juga akan berpengaruh terhadap semakin majunya sektor pariwisata di Papua.

Wonderful Papua; Pentingnya Sosialisasi

Tanpa sosialisasi yang baik dan tepat sasaran, sebuah program hanyalah basa-basi. Wonderful Papua, sebagai sebuah cita-cita harus diperkenalkan melalui cara yang sistematis dengan dukungan dari pemerintah dan semua pemangku kepentingan. Perlu ada kesadaran bersama terus menerus memperkenalkan Papua, terutama melalui media sosial. Sebab diakui atau tidak, sosialisasi yang tidak berhasil mengakibatkan orang tidak memiliki “peta” perjalanan.

Promosi dan sosialisasi juga bisa dilakukan dengan memperbanyak hasil karya dan kreasi khas Papua yang bisa diperjual-belikan. Bukan hanya batik Papua, kerajinan kulit kayu, noken, atau mungkin gerabah. Produksi kaos dengan tulisan dan bahasa khas Papua – seperti “Saya Cinta Papua”, “Dari Papua Untuk Indonesia”, “Papua Istimewa”, dan lainnya – perlu digalakkan. Kreativitas akan mendukung promosi dan sosialisasi Papua karena memberikan kesan yang nanti akan diiklankan secara gratis dari mulut ke mulut, termasuk juga potensi kekayaan kuliner yang khas.

Faktanya, sosialisasi Wonderful Papua yang dilakukan, belum mampu mendongkrak jumlah wisatawan yang datang. Seperti di Manokwari misalnya, dimana hingga akhir tahun 2015 lalu, hanya 60.000 orang yang datang berkunjung. Itu pun, 70% dari jumlah tersebut bukanlah wisatawan, melainkan hanya terlibat dalam aktivitas kerja dan bisnis.

Masa Depan Pariwisata yang Cerah dan Menjanjikan

Masa depan pariwisata di Papua sangat menjanjikan karena mempunyai potensi luar biasa yang bisa dikembangkan. Bahkan menurut Lukas Enember, Gubernur Papua, keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna, dan keragaman budaya Papua merupakan aset strategis penting daerah dan nasional bahkan internasional dalam pengembangan kepariwisataan dan ekonomi kreatif. Secara teoritis, hal itu akan dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat Papua karena sektor ekonomi akan menggeliat dan menguat. Untuk mencapainya, perlu kerjasama semua pihak baik pemerintah (pusat dan daerah), pemangku kepentingan, serta masyarakat yang harus terlibat.

Hanya saja, secara praktis, masa depan pariwisata yang cerah dan menjanjikan itu harus dipastikan bisa dinikmati oleh masyarakat Papua sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka (based on community-welfare oriented). Jangan sampai eksplorasi tempat-tempat pariwisata hanya akan menjadikan rakyat Papua tamu di rumah mereka sendiri. Jangan sampai nyanyian Edo Kondolangit dalam Nestapa Kaum Papua-nya, “Kami tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya. Kami hanya menjual buah-buah pinang”, terulang terus menerus.

Pernah dimuat dan menjuarai lomba menulis di Kompasiana :

https://www.kompasiana.com/mustapep/586761b50023bd8906cb5d82/wonderful-papua-masa-depan-pariwisata-yang-menjanjikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memimpikan Tarung Bebas Ide dan Gagasan di Pilkada Pamekasan

Pilkada serentak akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Setelah menyelesaikan Pilpres dan Pileg, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pemilu paling brutal, kerja-kerja elektoral sudah dimulai lagi. Tanpa jeda. Mereka yang berminat maju dengan hasrat politik yang kuat, sejak lama sudah mengepalkan tangan. Membentuk tim di darat, laut, dan udara; sosialisasi dari kampung ke kampung; memasang baliho-baliho di jalanan atau gambar-gambar  bersliweran  di media sosial; memastikan kesiapan logistik di lapangan; menyambangi tokoh-tokoh berpengaruh; serta mendekati orang-orang penting di partai; termasuk juga lobi-lobi politik "jalur langit". Partai politik menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi; melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar. Kita bisa mel...

“Koalisi Biru”, Bangkit Bersama untuk Pamekasan ber-Kharisma

Sampai akhirnya muncul secara samar nama pasangan KH. Kholilurrahman - Sukriyanto (Kharisma) , tak banyak yang meyakini pasangan ini akan benar-benar maju. Lebih tepatnya dunia perpolitikan di Pamekasan banyak yang meragukan pasangan ini akan mendapatkan rekomendasi dari partai. Terlebih, asumsi sumir itu kemudian dikaitkan dengan kemampuan logistik yang kerap kali dicibir. Konstelasi perpolitikan di Pamekasan memang unik, dalam beberapa sisi cenderung lebih menarik. Ada begitu banyak hal yang ternyata tidak selesai hanya dengan selesainya urusan logistik. Anda boleh saja menaburkan “rudal balistik” sedemikian rupa, tapi ada masanya itu menjadi tidak berharga ketika Anda menyalahi “negosiasi”, “parembhegen” dan “tengka” . Pada Pilpres di Kabupaten Pamekasan kemarin kita bisa melihatnya secara nyata. Lalu, ketika rekomendasi dari Gelora, Demokrat, NasDem, dan terakhir PAN benar-benar sudah di tangan, banyak kalangan yang tercengang dan kaget. Bisik-bisik terdengar, “kok, bisa, ya?”, “j...

Koperasi dan Optimalisasi Peluang Indonesia Menghadapi Krisis Global

Badai Krisis Global; Koperasi Sebagai Senjata Akhir-akhir ini, dunia global sedang menghadapi permasalahan akut yang sangat mengerikan, yakni badai krisis global. Sepanjang tahun 2011, isu krisis utang dan defisit anggaran di Yunani membuat goncangan-goncangan ekonomi terutama di pasar keuangan global. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa (yang tergabung dalam UE) belum bisa memulihkan kepercayaan para investor, bahkan ada semacam nada pesimistis, bahwa badai ini akan berlangsung lama.  Maka, tidak aneh ketika Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memprediksi, pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan turun menjadi 3,4 persen, dari 3,6 persen tahun lalu. Badai belum berlalu. Inilah kalimat yang pas untuk menggambarkan kondisi perekonomian global yang serba tidak pasti saat ini, yang pada akhirnya akan menyeret Negara-negara lain di dunia untuk masuk dalam lingkaran membahayakan itu. Cina mulai tertanggu, Jepang juga bernasib sama dengan jum...