Langsung ke konten utama

Pemilu Baru; Pembangunan Baru?

Pesta demokrasi tahap pertama, pemilihan partai dan anggota legislatif, telah usai. Berbulan-bulan rakyat indonesia disuguhi kampanye-kampanye yang dilancarkan oleh partai dan calon-calon anggota legislatif yang berhasrat untuk menjadi “wakil rakyat”, baik secara terselubung maupun yang sesuai dengan aturan. Ratusan survei, jutaan spanduk, pamflet, baliho, kaos, jutaan bungkus sembako, amplop berisi “sedekah”, dan jutaan janji ditabur memenuhi ruang hidup dan imajinasi rakyat.

Terlepas dari berbagai permasalahan yang ada, rakyat indonesia tentu berharap pemilu kali ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan negeri ini. Pembangunan yang mengerucut pada satu titik, yaitu keadilan, kesejahtaraan, dan kemakmuran. Uang milyaran yang dikeluarkan sebagai cost pelaksanaan pesta demokrasi ini akan menjadi sia-sia ketika dari masa ke masa, tidak juga ditemukan arah pembangunan bangsa ini yang disesaki dengan sejuta permasalahan yang komplek.

Pelaksanaan pesta demokrasi, meski hanya sehari, tentu sangat berdampak terhadap rakyat. Paling tidak dari sisi pendapatan. Jutaan rakyat merasakan manisnya setiap kali pemilu dilaksanakan. Jutaan orang (tiba-tiba) mendapat pekerjaan dan mempunyai penghasilan. Ada yang menjadi anggota KPPS. Ada yang menjadi surveyor dan enumerator. Ada yang menjadi saksi di kantong-kantong TPS. Ada yang bekerja menempelkan spanduk, baliho, dan pamflet. Ada yang menjadi tim sukses. Ada yang kebanjiran permintaan untuk mencetak, melipat, dan menyebarkan selebaran. Ada yang kebanjiran permintaan untuk membuat kaos, suvenir, baju dan, bendera. Dan berbagai pekerjaan lain yang sifatnya menguntungkan dan mendapatkan uang. Pelaksanaan pemilu, bagi sebagian orang menjadi berkah. Belum lagi pemberian-pemberian partai ataupun caleg yang mengatasnamakan “bantuan” dan “sedekah” berupa amplop atau sebungkus plastik berisi sembako, bahkan peralatan ibadah.

Namun, rakyat sebenarnya tidak memerlukan “kegembiraan” yang sekejap itu. Rakyat Indonesia, sampai sekarang, hanya memimpikan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran. Lapangan pekerjaan yang tersedia, penghasilan yang mencukupi, pendidikan yang memadai untuk menunjang masa depan, kesehatan yang terjaga dan terlayani, pengangguran dan kemiskinan dapat ditekan dan diatasi, serta hukum yang berdiri tegak di atas segalanya. Semua itu hanya akan tercapai jika para pemimpin yang terpilih nanti benar-benar berusaha keras untuk membangun dan memajukan bangsa ini. Mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan, apalagi partai.

Rakyat berharap, para pemimpin yang terpilih nanti benar-benar menjadi wakil rakyat, yang bekerja atas kemauan dan demi kepentingan bangsa. Rakyat, dengan pengetahuan yang dimiliki, mempunyai “hak untuk menghakimi” para pemimpin yang telah membohongi mereka. Jika benar hak itu digunakan, tentu kita mempunyai harapan besar untuk pemilu kali ini.

Bukan para calon koruptor, bukan calon yang malas bekerja dan rapat, bukan calon yang hanya mengandalkan uang dengan kemampuan yang pas-pasan. Rakyat membutuhkan pemimpin yang memahami betul arah pembangunan bangsa ini melalui program-program yang bisa dipertanggungjawabkan di semua bidang dan sektor. Sehingga, adanya pemilu yang baru saja usai ini bisa memberikan dampak terhadap terlaksananya pembangunan (dengan semangat dan hasil) baru menuju bangsa yang lebih maju, sejahtera, adil, dan bermartabat. Dapatkah itu terwujud? Kita tunggu bersama...

(tulisan ini pernah dimuat di Proton Mahasiswa, SINDO)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memimpikan Tarung Bebas Ide dan Gagasan di Pilkada Pamekasan

Pilkada serentak akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Setelah menyelesaikan Pilpres dan Pileg, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pemilu paling brutal, kerja-kerja elektoral sudah dimulai lagi. Tanpa jeda. Mereka yang berminat maju dengan hasrat politik yang kuat, sejak lama sudah mengepalkan tangan. Membentuk tim di darat, laut, dan udara; sosialisasi dari kampung ke kampung; memasang baliho-baliho di jalanan atau gambar-gambar  bersliweran  di media sosial; memastikan kesiapan logistik di lapangan; menyambangi tokoh-tokoh berpengaruh; serta mendekati orang-orang penting di partai; termasuk juga lobi-lobi politik "jalur langit". Partai politik menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi; melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar. Kita bisa mel...

Semesta Mendukung, Harga Tembakau Melambung!

Akhirnya, nicotiana tobacum  alias tembakau kembali menjadi daun emas bagi para petani. Baru tahun kemarin, senyum bahagia merekah dari wajah para petani tembakau di Madura karena harga tembakau yang terangkat kembali. Tentu saja belum layak jika dibandingkan "harga psikologis" yang semestinya, tapi setidaknya harapan itu kembali muncul setelah "dipecundangi" murahnya harga selama sekian tahun terakhir ini. Menurut saya, mahalnya harga tembakau tahun lalu itu karena peran dan perjuangan semua pihak, mulai dari petani, pedagang, pengusaha, pemerintah, bahkan cuaca dan alam melalui "sempurnanya" musim kemarau. Semuanya terlibat, sesuai peran. Semesta mendukung, seperti sebuah orkestrasi untuk saling rojhung .  Jadi, tak perlu ada pihak-pihak tertentu yang kemudian ngaku-ngaku sebagai kelompok yang paling berjuang dan berjasa untuk kesejahteraan petani tembakau, lebih-lebih mereka bukan menjadi bagian dari yang membuat regulasi, terutama soal tata niaga pert...

Hijrah Dalam Dunia Pendidikan

Sebelum berbicara lebih jauh tentang hijrah dalam dunia pendidikan, sekaligus penjelasan maksud dan tujuan dari tulisan ini agar tidak melahirkan tafsir yang ambigu dan remang (terlebih dianggap provokatif), sepertinya sangat penting mengetahui terlebih dahulu kenapa tulisan ini lahir?. Maka, berbicara tentang hal ini, setidaknya ada dua hal yang melatarbelakanginya; Pertama, kalau yang menjadi acuan kita (khususnya orang-orang pesantren) adalah orang-orang yang selama ini menjadi ‘kebanggaan’, yakni para imam masyhur yang telah melahirkan madzhab dan menelurkan banyak karya, maka sudah menjadi rahasia umum bahwa beliau-beliau adalah orang yang tidak hanya puas dengan satu ilmu, dan tidak merasa cukup hanya belajar di satu tempat. Sebut saja Imam Syafi’i, yang dalam proses perjalanan keilmuannya, beliau berpindah-pindah tempat mulai dari Makkah, Madinah, Yaman, Baghdad, bahkan hingga ke Mesir. Pun begitu juga dengan Imam Hanafi, Imam Ghazali, dan imam-imam yang lainnya. Kedua, sebuah...