Langsung ke konten utama

JIS Milik DKI Jakarta, Bukan Persija!

Sumber: IG @jakintstadium
Lalu siapa yang mengatakan, bahwa Jakarta International Stadium (JIS) yang megah itu adalah milik Persija dan akan menjadi homebase-nya? Tak ada, karena JIS adalah milik Pemda DKI Jakarta yang pembangunannya menggunakan anggaran daerah dan pengelolaannya dipasrahkan kepada JakPro. Sementara itu, Persija adalah milik swasta dan nyatanya, kini homebase klub Macan Kemayoran itu memang bukan JIS tapi Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi.

Lagi-lagi, klub sepakbola kebanggaan warga Jakarta itu tidak memiliki kandang di daerahnya sendiri. JIS yang, konon, sebenarnya diproyeksikan sebagai “ganti” dari Stadion Lebak Bulus, ternyata masih menyimpan administrasi yang cukup rumit pasca diresmikan beberapa bulan lalu. Keribetan inilah yang membuat managemen Persija tidak mau ambil risiko dan akhirnya memutuskan untuk menggunakan stadion lain sebagai kandang. Tentu saja berbayar.

Toh, andai pun JIS nanti benar menjadi homebase, tentu saja berbayar juga. Baik skema kerjasama atau perjanjian lainnya, tetap saja berbayar karena operasional dan maintainnya butuh biaya. JakPro perlu duit untuk mempertahankan kecantikan JIS yang menawan itu. Pasti mahal, tentu saja.

Saya tidak mau berbicara tentang stadion ini dalam konteks politik, bahwa ia sebagai pemenuhan atas janji politik Anies – Sandi terhadap warga Jakarta. Kenapa? Khawatir saja seperti Formula E yang cenderung lebih ramai sisi politisnya dibandingkan pertandingannya. Soal ramai tidaknya yang nonton, soal tiket, soal tidak adanya pawang, soal anggaran, dan soal lainnya yang tak berhubungan.

Adakah yang diramaikan di medsos soal atlitnya atau soal analisa pertandingan serta keseruannya? Meski tidak banyak, tentu saja ada terutama dari mereka yang sejak awal mengikuti dan suka dengan balap mobil listrik ini. Tapi keseriusan itu kalah, justru oleh tema-tema tentang hadirnya Jokowi, senyum manis Anies, kehadiran pejabat, dan foto Puan Maharani yang selfie sendirian.

Kita perlu memberikan apresiasi ketika ajang balap ini terlaksana dengan baik dan berhasil membungkam pesimisme yang sebelumnya melambung. Tapi jujur saja perlu diakui, bahwa adu cepat mobil listrik ini belum terlalu familiar. Jika tentang olahraganya, saya pun tidak berkomentar karena memang tidak tahu dan tidak menarik. Saya tidak tahu nama-nama rider-nya, tidak tahu nama pabrikannya, tidak tahu klasemennya. Saya juga lupa, siapa pemenangnya ketika itu.

Jadi, saya tidak mungkin berkomentar berkaitan dengan olahraganya. Kalau pun dipaksa, nanti akan jatuh pada pola yang sama: politik, soal suka dan tidak suka terhadap Anies.

Nah, soal JIS pun begitu. Ia milik Jakarta. Dalam bahasanya, bahkan, ia adalah milik kita; bangsa Indonesia. Siapa pun yang mau menggunakannya, dipersilahkan. Tentu saja bayar. Makanya, JakPro sebagai project owner sudah melakukan kerjasama dengan PSSI yang meliputi pelaksanaan pertandingan nasional atau internasional, komersialiasi stadion dan kawasan, pengembangan penggunaan lapangan latihan, lapangan utama dan kawasan, dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana dengan Persija? Sampai saat ini belum ada kerjasama apa-apa. Tidak juga ada kesepekatan khusus untuk mengistimewakan Persija dalam penggunaannya. Yang jelas, penggunaan JIS sebagai homebase pastilah akan memakan jumlah dana besar. Sebuah masalah klasik yang dialami oleh semua klub di Indonesia; sewa lapangan!.

Hampir semua kub-klub besar pun tidak luput dari masalah ini. Rata-rata stadion yang digunakan masih berupa sewa. Mungkin Bhayangkara FC bisa bernafas lega soal lapangan karena mereka memiliki lapangan PTIK, meski pada akhirnya juga menjadikan stadion Candrabhaga Bekasi sebagai markas bersama dengan Persija. Bali United mungkin lebih modern dan nyaman mengelola lapangan meski sewa pada Pemda. Selebihnya, klub-klub sepakbola masih harus sewa stadion ke pemerintah.

Sejak sepakbola bukan lagi perserikatan, maka dunia sepakbola saat ini adalah milik swasta yang dikelola secara “profesional”. Jika dulu pucuk pimpinannya disebut “ketua umum” -biasanya Bupati, Walikota, atau mungkin Gubernur- maka sekarang berganti menjadi CEO, Presiden Klub, atau Direktur Klub. Jika dulu ada suplai dari daerah terkait anggaran, maka sekarang tidak adalagi uang “negara” yang secara langsung berurusan dengan klub sepakbola.

Begitu pula dengan Persija. Ia tidak ada hubungannya dengan Pemda DKI Jakarta, tidak juga dengan JIS yang dikelola JakPro. Tidak ada ceritanya Pemda membangunkan sebuah stadion untuk klub sepakbola, sebangga apapun mereka terhadap klub. Kalau suatu saat JIS menjadi homebase Persija, pastilah melalui kontrak perjanjian kerjasama yang profesional.

Intinya, JIS memang bukan untuk Persija. Bahwa ia diharapkan nanti akan menjadi markas besar Persija, betul. Tapi semua tergantung profesionalitas dan kemandirian. Sebab bisa jadi nanti justru JIS menjadi kandang RANS Nusantara atau klub lain yang sanggup membayar sementara Persija lebih memilih stadion yang lebih terjangkau dan ekonomis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memimpikan Tarung Bebas Ide dan Gagasan di Pilkada Pamekasan

Pilkada serentak akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Setelah menyelesaikan Pilpres dan Pileg, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pemilu paling brutal, kerja-kerja elektoral sudah dimulai lagi. Tanpa jeda. Mereka yang berminat maju dengan hasrat politik yang kuat, sejak lama sudah mengepalkan tangan. Membentuk tim di darat, laut, dan udara; sosialisasi dari kampung ke kampung; memasang baliho-baliho di jalanan atau gambar-gambar  bersliweran  di media sosial; memastikan kesiapan logistik di lapangan; menyambangi tokoh-tokoh berpengaruh; serta mendekati orang-orang penting di partai; termasuk juga lobi-lobi politik "jalur langit". Partai politik menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi; melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar. Kita bisa mel...

“Koalisi Biru”, Bangkit Bersama untuk Pamekasan ber-Kharisma

Sampai akhirnya muncul secara samar nama pasangan KH. Kholilurrahman - Sukriyanto (Kharisma) , tak banyak yang meyakini pasangan ini akan benar-benar maju. Lebih tepatnya dunia perpolitikan di Pamekasan banyak yang meragukan pasangan ini akan mendapatkan rekomendasi dari partai. Terlebih, asumsi sumir itu kemudian dikaitkan dengan kemampuan logistik yang kerap kali dicibir. Konstelasi perpolitikan di Pamekasan memang unik, dalam beberapa sisi cenderung lebih menarik. Ada begitu banyak hal yang ternyata tidak selesai hanya dengan selesainya urusan logistik. Anda boleh saja menaburkan “rudal balistik” sedemikian rupa, tapi ada masanya itu menjadi tidak berharga ketika Anda menyalahi “negosiasi”, “parembhegen” dan “tengka” . Pada Pilpres di Kabupaten Pamekasan kemarin kita bisa melihatnya secara nyata. Lalu, ketika rekomendasi dari Gelora, Demokrat, NasDem, dan terakhir PAN benar-benar sudah di tangan, banyak kalangan yang tercengang dan kaget. Bisik-bisik terdengar, “kok, bisa, ya?”, “j...

Koperasi dan Optimalisasi Peluang Indonesia Menghadapi Krisis Global

Badai Krisis Global; Koperasi Sebagai Senjata Akhir-akhir ini, dunia global sedang menghadapi permasalahan akut yang sangat mengerikan, yakni badai krisis global. Sepanjang tahun 2011, isu krisis utang dan defisit anggaran di Yunani membuat goncangan-goncangan ekonomi terutama di pasar keuangan global. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa (yang tergabung dalam UE) belum bisa memulihkan kepercayaan para investor, bahkan ada semacam nada pesimistis, bahwa badai ini akan berlangsung lama.  Maka, tidak aneh ketika Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memprediksi, pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan turun menjadi 3,4 persen, dari 3,6 persen tahun lalu. Badai belum berlalu. Inilah kalimat yang pas untuk menggambarkan kondisi perekonomian global yang serba tidak pasti saat ini, yang pada akhirnya akan menyeret Negara-negara lain di dunia untuk masuk dalam lingkaran membahayakan itu. Cina mulai tertanggu, Jepang juga bernasib sama dengan jum...