Langsung ke konten utama

Cara Kerja Escobar; Memainkan Psikologis dan Memberdayakan Orang Lokal

Sumber: Netflix
Escobar, mafia narkoba “paling cemerlang” dan kejam dalam sejarah manusia itu, pada aspek tertentu tetaplah dielu-elukan oleh publik Medellín, Colombia, karena dianggap “berjasa”. Dengan kekayaan luar biasa, menguasai kartel narkoba terbesar di muka bumi pada tahun 80-an sampai 90-an, Escobar bisa memainkan apa saja dengan uangnya. Kisah hidupnya bahkan diangkat menjadi sebuah film; Pablo Escobar, El Patron Del Mal.

Bisnisnya sukses, baik di darat, laut, dan udara.

Bermacam “kegilaan” dilakukan dengan uangnya, seperti, konon, pernah membakar uang senilai 20 miliar dolar hanya untuk menghangatkan anaknya yang hipotermia ketika bersembunyi di pegunungan. Termasuk juga menawarkan untuk membayar hutang negara, dengan kompensasi Undang-undang tertentu, meski akhirnya ditolak.

Konon, Escobar menghabiskan sekitar 40 juta setiap bulan hanya untuk mengikat uangnya yang sangat banyak. Sempat kebingungan untuk menaruh uangnya karena kehabisan tempat, dan bahkan pernah kehilangan sekiatr 2,2 miliar dolar karena jamur, air, dan tikus. Yah, namanya juga pemasok sekitar 80 persen kokain ke AS.

Escobar tak pernah main-main dengan siapapun yang mencoba menghalanginya. Siapapun dan dari kalangan manapun. Berurusan dengan Escobar, pilihannya hanya dua: pistol atau uang. Sesimpel itu sebuah masalah atau halangan akan selesai, termasuk apa yang dilakukannya pada Rodrigo Lara.

Bagaimana kekuasaan dan bisnis gelapnya bisa bertahan sedemikian merajalela dan menjadi musuh besar negara, sementara di sisi yang lainnya ia juga dipuja karena sumbangsihnya pada rakyat Medellìn?

Diantaranya, memainkan celah psikologis dan realitas kehidupan masyarakat sekitarnya yang papa. Caranya? Menanam jasa dan ”kebaikan”.

Dengan kekayaan (menurut salah satu versi) sekitar USD 30 miliar atau setara dengan 430,12 triliun ia terkenal sangat dermawan bagi sebagian masyarakat Kolombia. Ia dikenal dengan Robin Hood. Suka membagi-bagikan uang dalam jumlah besar dan terlibat dalam berbagai kepentingan sosial dan pendidikan, membangunkan perumahan bagi tunawisma.

Ia juga memiliki perkebunan seluas 2.800 ha. bernama Hacienda Napoles di Kolombia. Pablo membangun lapangan sepak bola, patung, dan kebun binatang di dalamnya. Akhirnya? Ia boleh saja tewas tertembak di kepalanya, tapi ada sekitar 25.000 orang yang mengiringi saat pemakamannya. Escobar tetap dibela oleh orang-orang yang menganggapnya berjasa meski ia seorang mafia.

Itu yang pertama. Kedua? Ya, melibatkan orang-orang lokal sembari membangun jejaring eksternal. Kebaikan Escobar didukung oleh kepintarannya dalam “pemberdayaan” masyarakat lokal. Hidup di kawasan orang miskin, terlantar, kumuh, dan butuh uang untuk makan menjadi keuntungan sendiri. Cukup penuhi kebutuhan mereka, meski seadanya, selesai sebagian urusan.

Merekrut mereka sebagai pekerja akan mendapatkan dukungan fisik dan psikologis sebab mereka yang nantinya akan membela mati-matian. Rumusnya tetap sama, bisnis yang memperoleh dukungan dari orang-orang lokal akan mempercepat kemajuan. Apapun bisnisnya, lebih-lebih bisnis gelap yang tak bisa lepas dari “premanisme”.

Ketiga? Escobar berhasil, tidak hanya membangun citra dan melibatkan orang lokal tapi juga, membangun kongkalikong dengan orang-orang besar yang punya jabatan dan pemangku kebijakan. Polisi, politisi, hakim, jaksa, dan siapapun berhasil “disumpal” dengan uang. Pola seperti ini, sampai sekarang masih tetap bertahan.

Percayalah, bisnis sebesar apapun tidak akan menjadikan seseorang amat sangat kaya banget jika tidak ada sangkut pautnya dengan kebijakan atau “oknum negara”. Sekecil apapun kita, jika mendapatkan satu proyek saja dari negara, kemungkinan untung yang kita dapatkan di luar nurul. Apalagi jika itu rutin.

Biaya taktis atau dana lain-lain ini jumlahnya pasti tidak kecil, ada “setoran” yang harus dibayarkan. Tapi percayalah, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang Escobar dapatkan.

Untuk apa? Ya, soal pengamanan. Soal beking-bekingan. Semua akan lancar, dari hulu ke hilir aman, ada “pasukan” depan dan belakang yang siap mengamankan dan bela mati-matian? Escobar, pandai sekali dalam memanfaatkan kelemahan psikologis manusia hingga bisa diajaknya untuk bekerjasama. Jika tidak, ya, pistol lagi jawabannya.

Memainkan psikologis masyarakat dan memanfaatkan orang-orang lokal memungkinkan seseorang, sejahat apapun, akan mendapatkan “pembelaan”, meski kita tahu, bisnis yang dijalankan tidak benar. Bahkan pada titik tertentu dicarikan rasionalisasi agar bisa dianggap benar, minimal tidak terlalu dianggap jahat dan haram secara agama.

“Dia baik banget, suka sedekah”, “dia bangun masjid dan sekolah dimana-mana”, “sudah, yang penting dia baik dan suka membantu” dan kalimat puja-puji lainnya akan muncul. Bahkan, kadang orang-orang yang kritis langsung “dihajar”, atau di-skakmat dengan “kamu udah ngasih apa? Dia sudah banyak bagi-bagi”.

Tapi bagaimanapun, dalam hidupnya yang gemilang penuh harta, Escobar tetaplah manusia yang tetap khawatir akan bisnisnya yang ilegal dan haram menurut negara. Dalam banyak sekali kejadian dan kasus ia berhasil membuat “negara” tersiksa, tapi ia tahu, bahwa semuanya akan berakhir. Negara akhirnya berhasil mengangkangi kehebatan dan kekayaannya.

Begitulah kira-kira, dalam pandangan sempit saya soal; bagaimana seorang mafia menjalankan bisnisnya yang paling jahat sekalipun akan tetap dihargai dan dibela mati-matian oleh orang-orang yang pernah "mencicipi" manisnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memimpikan Tarung Bebas Ide dan Gagasan di Pilkada Pamekasan

Pilkada serentak akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Setelah menyelesaikan Pilpres dan Pileg, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pemilu paling brutal, kerja-kerja elektoral sudah dimulai lagi. Tanpa jeda. Mereka yang berminat maju dengan hasrat politik yang kuat, sejak lama sudah mengepalkan tangan. Membentuk tim di darat, laut, dan udara; sosialisasi dari kampung ke kampung; memasang baliho-baliho di jalanan atau gambar-gambar  bersliweran  di media sosial; memastikan kesiapan logistik di lapangan; menyambangi tokoh-tokoh berpengaruh; serta mendekati orang-orang penting di partai; termasuk juga lobi-lobi politik "jalur langit". Partai politik menghidupkan mesinnya. Mulai dari persiapan teknis-administratif seperti penjaringan calon; membuka komunikasi lintas partai untuk menjalin koalisi; melirik-lirik dan menguntit calon potensial; memetakan kekuatan politik di lapangan; dan tentu saja kerja-kerja elektoral untuk menaikkan nilai tawar. Kita bisa mel...

“Koalisi Biru”, Bangkit Bersama untuk Pamekasan ber-Kharisma

Sampai akhirnya muncul secara samar nama pasangan KH. Kholilurrahman - Sukriyanto (Kharisma) , tak banyak yang meyakini pasangan ini akan benar-benar maju. Lebih tepatnya dunia perpolitikan di Pamekasan banyak yang meragukan pasangan ini akan mendapatkan rekomendasi dari partai. Terlebih, asumsi sumir itu kemudian dikaitkan dengan kemampuan logistik yang kerap kali dicibir. Konstelasi perpolitikan di Pamekasan memang unik, dalam beberapa sisi cenderung lebih menarik. Ada begitu banyak hal yang ternyata tidak selesai hanya dengan selesainya urusan logistik. Anda boleh saja menaburkan “rudal balistik” sedemikian rupa, tapi ada masanya itu menjadi tidak berharga ketika Anda menyalahi “negosiasi”, “parembhegen” dan “tengka” . Pada Pilpres di Kabupaten Pamekasan kemarin kita bisa melihatnya secara nyata. Lalu, ketika rekomendasi dari Gelora, Demokrat, NasDem, dan terakhir PAN benar-benar sudah di tangan, banyak kalangan yang tercengang dan kaget. Bisik-bisik terdengar, “kok, bisa, ya?”, “j...

Koperasi dan Optimalisasi Peluang Indonesia Menghadapi Krisis Global

Badai Krisis Global; Koperasi Sebagai Senjata Akhir-akhir ini, dunia global sedang menghadapi permasalahan akut yang sangat mengerikan, yakni badai krisis global. Sepanjang tahun 2011, isu krisis utang dan defisit anggaran di Yunani membuat goncangan-goncangan ekonomi terutama di pasar keuangan global. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa (yang tergabung dalam UE) belum bisa memulihkan kepercayaan para investor, bahkan ada semacam nada pesimistis, bahwa badai ini akan berlangsung lama.  Maka, tidak aneh ketika Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memprediksi, pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan turun menjadi 3,4 persen, dari 3,6 persen tahun lalu. Badai belum berlalu. Inilah kalimat yang pas untuk menggambarkan kondisi perekonomian global yang serba tidak pasti saat ini, yang pada akhirnya akan menyeret Negara-negara lain di dunia untuk masuk dalam lingkaran membahayakan itu. Cina mulai tertanggu, Jepang juga bernasib sama dengan jum...